Pages

Kamis, 16 Februari 2012

LUKA BAKAR (COMBUSTIO)

ASUHAN KEPERAWATAN LUKA BAKAR (COMBUSTIO)

D.    Definisi
Luka bakar adalah suatu trauma yang disebabkan oleh panas, arus listrik, bahan kimia dan petir yang mengenai kulit, mukosa dan jaringan yang lebih dalam (Irna Bedah RSUD Dr.Soetomo, 2001).

E.    Etiologi
1.    Luka Bakar Suhu Tinggi(Thermal Burn)
a.    Gas
b.    Cairan
c.    Bahan padat (Solid)
2.    Luka Bakar Bahan Kimia (hemical Burn)
3.    Luka Bakar Sengatan Listrik (Electrical Burn)
4.    Luka Bakar Radiasi (Radiasi Injury)

F.    Fase Luka Bakar
A.    Fase akut.
Disebut sebagai fase awal atau fase syok. Dalam fase awal penderita akan mengalami ancaman gangguan airway (jalan nafas), brething (mekanisme bernafas), dan circulation (sirkulasi). Gnagguan airway tidak hanya dapat terjadi segera atau beberapa saat setelah terbakar, namun masih dapat terjadi obstruksi saluran pernafasan akibat cedera inhalasi dalam 48-72 jam pasca trauma. Cedera inhalasi adalah penyebab kematian utama penderiat pada fase akut.
Pada fase akut sering terjadi gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit akibat cedera termal yang berdampak sistemik.

B.    Fase sub akut.
Berlangsung setelah fase syok teratasi. Masalah yang terjadi adalah kerusakan atau kehilangan jaringan akibat kontak denga sumber panas. Luka yang terjadi menyebabkan:
1.    Proses inflamasi dan infeksi.
2.    Problempenuutpan luka dengan titik perhatian pada luka telanjang atau tidak berbaju epitel luas dan atau pada struktur atau organ – organ fungsional.
3.    Keadaan hipermetabolisme.

C.    Fase lanjut.
Fase lanjut akan berlangsung hingga terjadinya maturasi parut akibat luka dan pemulihan fungsi organ-organ fungsional. Problem yang muncul pada fase ini adalah penyulit berupa parut yang hipertropik, kleoid, gangguan pigmentasi, deformitas dan kontraktur.

G.    Klasifikasi Luka Bakar
A.    Dalamnya luka bakar.
Kedalaman    Penyebab    Penampilan    Warna    Perasaan
Ketebalan partial superfisial
(tingkat I)    Jilatan api, sinar ultra violet (terbakar oleh matahari).    Kering tidak ada gelembung.
Oedem minimal atau tidak ada.
Pucat bila ditekan dengan ujung jari, berisi kembali bila tekanan dilepas.
    Bertambah merah.    Nyeri
Lebih dalam dari ketebalan partial
(tingkat II)
-    Superfisial
-    Dalam    Kontak dengan bahan air atau bahan padat.
Jilatan api kepada pakaian.
Jilatan langsung kimiawi.
Sinar ultra violet.
    Blister besar dan lembab yang ukurannya bertambah besar.
Pucat bial ditekan dengan ujung jari, bila tekanan dilepas berisi kembali.    Berbintik-bintik yang kurang jelas, putih, coklat, pink, daerah merah coklat.    Sangat nyeri
Ketebalan sepenuhnya
(tingkat III)    Kontak dengan bahan cair atau padat.
Nyala api.
Kimia.
Kontak dengan arus listrik.    Kering disertai kulit mengelupas.
Pembuluh darah seperti arang terlihat dibawah kulit yang mengelupas.
Gelembung jarang, dindingnya sangat tipis, tidak membesar.
Tidak pucat bila ditekan.
    Putih, kering, hitam, coklat tua.
Hitam.
Merah.    Tidak sakit, sedikit sakit.
Rambut mudah lepas bila dicabut.

B.    Luas luka bakar
Wallace membagi tubuh atas bagian 9% atau kelipatan 9 yang terkenal dengan nama rule of nine atua rule of wallace yaitu:
1)    Kepala dan leher                : 9%
2)    Lengan masing-masing 9%            : 18%
3)    Badan depan 18%, badan belakang 18%    : 36%
4)    Tungkai maisng-masing 18%        : 36%
5)    Genetalia/perineum                : 1%
Total    : 100%
C.    Berat ringannya luka bakar
Untuk mengkaji beratnya luka bakar harus dipertimbangkan beberapa faktor antara lain :
1)    Persentasi area (Luasnya) luka bakar pada permukaan tubuh.
2)    Kedalaman luka bakar.
3)    Anatomi lokasi luka bakar.
4)    Umur klien.
5)    Riwayat pengobatan yang lalu.
6)    Trauma yang menyertai atau bersamaan.
American college of surgeon membagi dalam:
A.    Parah – critical:
a)    Tingkat II    : 30% atau lebih.
b)    Tingkat III    : 10% atau lebih.
c)    Tingkat III pada tangan, kaki dan wajah.
d)    Dengan adanya komplikasi penafasan, jantung, fractura, soft tissue yang luas.
B.    Sedang – moderate:
a) Tingkat II        : 15 – 30%
b) Tingkat III        : 1 – 10%

C.    Ringan – minor:
a) Tingkat II        : kurang 15%
b) Tingkat III        : kurang 1%

Patofisiologi / Pathway
 Perubahan Fisiologis Pada Luka Bakar

Perubahan    Tingkatan hipovolemik
( s/d 48-72 jam pertama)    Tingkatan diuretik
(12 jam – 18/24 jam pertama)
    Mekanisme    Dampak dari    Mekanisme    Dampak dari
Pergeseran cairan ekstraseluler.
    Vaskuler ke insterstitial.    Hemokonsentrasi oedem pada lokasi luka bakar.    Interstitial ke vaskuler.    Hemodilusi.
Fungsi renal.    Aliran darah renal berkurang karena desakan darah turun dan CO berkurang.
    Oliguri.    Peningkatan aliran darah renal karena desakan darah meningkat.    Diuresis.
Kadar sodium/natrium.    Na+ direabsorbsi oleh ginjal, tapi kehilangan Na+ melalui eksudat dan tertahan dalam cairan oedem.
    Defisit sodium.    Kehilangan Na+ melalui diuresis (normal kembali setelah 1 minggu).    Defisit sodium.
Kadar potassium.    K+ dilepas sebagai akibat cidera jarinagn sel-sel darah merah, K+ berkurang ekskresi karena fungsi renal berkurang.
    Hiperkalemi    K+ bergerak kembali ke dalam sel, K+ terbuang melalui diuresis (mulai 4-5 hari setelah luka bakar).    Hipokalemi.
Kadar protein.    Kehilangan protein ke dalam jaringan akibat kenaikan permeabilitas.
    Hipoproteinemia.    Kehilangan protein waktu berlangsung terus katabolisme.    Hipoproteinemia.
Keseimbangan nitrogen.    Katabolisme jaringan, kehilangan protein dalam jaringan, lebih banyak kehilangan dari masukan.
    Keseimbangan nitrogen negatif.    Katabolisme jaringan, kehilangan protein, immobilitas.    Keseimbangan nitrogen negatif.
Keseimbnagan asam basa.    Metabolisme anaerob karena perfusi jarinagn berkurang peningkatan asam dari produk akhir, fungsi renal berkurang (menyebabkan retensi produk akhir tertahan), kehilangan bikarbonas serum.
    Asidosis metabolik.    Kehilangan sodium bicarbonas melalui diuresis, hipermetabolisme disertai peningkatan produk akhir metabolisme.    Asidosis metabolik.
Respon stres.    Terjadi karena trauma, peningkatan produksi cortison.    Aliran darah renal berkurang.    Terjadi karena sifat cidera berlangsung lama dan terancam psikologi pribadi.
    Stres karena luka.
Eritrosit    Terjadi karena panas, pecah menjadi fragil.
    Luka bakar termal.    Tidak terjadi pada hari-hari pertama.    Hemokonsentrasi.
Lambung.    Curling ulcer (ulkus pada gaster), perdarahan lambung, nyeri.    Rangsangan central di hipotalamus dan peingkatan jumlah cortison.
    Akut dilatasi dan paralise usus.    Peningkatan jumlah cortison.
Jantung.    MDF meningkat 2x lipat, merupakan glikoprotein yang toxic yang dihasilkan oleh kulit yang terbakar.    Disfungsi jantung.    Peningkatan zat MDF (miokard depresant factor) sampai 26 unit, bertanggung jawab terhadap syok spetic.
    CO menurun.

H.    Indikasi Rawat Inap Luka Bakar
A.    Luka bakar grade II:
1)    Dewasa > 20%
2)    Anak/orang tua > 15%
B.    Luka bakar grade III.
C.    Luka bakar dengan komplikasi: jantung, otak dll.

I.    Penatalaksanaan
A.    Resusitasi A, B, C.
1)    Pernafasan:
a)    Udara panas à mukosa rusak à oedem à obstruksi.
b)    Efek toksik dari asap: HCN, NO2, HCL, Bensin à iritasi à Bronkhokontriksi à obstruksi à gagal nafas.
2)    Sirkulasi:
gangguan permeabilitas kapiler: cairan dari intra vaskuler pindah ke ekstra vaskuler à hipovolemi relatif à syok à ATN à gagal ginjal.
B.    Infus, kateter, CVP, oksigen, Laboratorium, kultur luka.
C.    Resusitasi cairan  à  Baxter.
Dewasa : Baxter.
RL 4 cc x BB x % LB/24 jam.

Anak: jumlah resusitasi + kebutuhan faal:
RL : Dextran = 17 : 3
2 cc x BB x % LB.

Kebutuhan faal:
< 1 tahun    : BB x 100 cc
1 – 3 tahun    : BB x 75 cc
3 – 5 tahun    : BB x 50 cc
½ à diberikan  8 jam pertama
½ à diberikan  16 jam berikutnya.
Hari kedua:
Dewasa    : Dextran 500 – 2000 + D5% / albumin.
( 3-x) x 80 x BB gr/hr
100
(Albumin 25% = gram x 4 cc) à 1 cc/mnt.
Anak        : Diberi sesuai kebutuhan faal.

D.    Monitor urine dan CVP.
E.    Topikal dan tutup luka
-    Cuci luka dengan savlon : NaCl 0,9% ( 1 : 30 ) + buang jaringan nekrotik.
-    Tulle.
-    Silver sulfa diazin tebal.
-    Tutup kassa tebal.
-    Evaluasi 5 – 7 hari, kecuali balutan kotor.

F.    Obat – obatan:
o    Antibiotika    : tidak diberikan bila pasien datang < 6 jam sejak kejadian.
o    Bila perlu berikan antibiotika sesuai dengan pola kuman dan sesuai hasil kultur.
o    Analgetik    : kuat (morfin, petidine)
o    Antasida    : kalau perlu

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1.    Pengkajian
a)       Aktifitas/istirahat:
Tanda: Penurunan kekuatan, tahanan; keterbatasan rentang gerak pada area yang sakit; gangguan massa otot, perubahan tonus.
b)    Sirkulasi:
Tanda (dengan cedera luka bakar lebih dari 20% APTT): hipotensi (syok); penurunan nadi perifer distal pada ekstremitas yang cedera; vasokontriksi perifer umum dengan kehilangan nadi, kulit putih dan dingin (syok listrik); takikardia (syok/ansietas/nyeri); disritmia (syok listrik); pembentukan oedema jaringan (semua luka bakar).
c)    Integritas ego:
Gejala: masalah tentang keluarga, pekerjaan, keuangan, kecacatan.
Tanda: ansietas, menangis, ketergantungan, menyangkal, menarik diri, marah.
d)    Eliminasi:
Tanda: haluaran urine menurun/tak ada selama fase darurat; warna mungkin hitam kemerahan bila terjadi mioglobin, mengindikasikan kerusakan otot dalam; diuresis (setelah kebocoran kapiler dan mobilisasi cairan ke dalam sirkulasi); penurunan bising usus/tak ada; khususnya pada luka bakar kutaneus lebih besar dari 20% sebagai stres penurunan motilitas/peristaltik gastrik.

e)    Makanan/cairan:
Tanda: oedema jaringan umum; anoreksia; mual/muntah.
f)    Neurosensori:
Gejala: area batas; kesemutan.
Tanda: perubahan orientasi; afek, perilaku; penurunan refleks tendon dalam (RTD) pada cedera ekstremitas; aktifitas kejang (syok listrik); laserasi korneal; kerusakan retinal; penurunan ketajaman penglihatan (syok listrik); ruptur membran timpanik (syok listrik); paralisis (cedera listrik pada aliran saraf).
g)    Nyeri/kenyamanan:
Gejala: Berbagai nyeri; contoh luka bakar derajat pertama secara eksteren sensitif untuk disentuh; ditekan; gerakan udara dan perubahan suhu; luka bakar ketebalan sedang derajat kedua sangat nyeri; smentara respon pada luka bakar ketebalan derajat kedua tergantung pada keutuhan ujung saraf; luka bakar derajat tiga tidak nyeri.
h)    Pernafasan:
Gejala: terkurung dalam ruang tertutup; terpajan lama (kemungkinan cedera inhalasi).
Tanda: serak; batuk mengii; partikel karbon dalam sputum; ketidakmampuan menelan sekresi oral dan sianosis; indikasi cedera inhalasi.
Pengembangan torak mungkin terbatas pada adanya luka bakar lingkar dada; jalan nafas atau stridor/mengii (obstruksi sehubungan dengan laringospasme, oedema laringeal); bunyi nafas: gemericik (oedema paru); stridor (oedema laringeal); sekret jalan nafas dalam (ronkhi).
i)    Keamanan:
Tanda:
Kulit umum: destruksi jaringan dalam mungkin tidak terbukti selama 3-5 hari sehubungan dengan proses trobus mikrovaskuler pada beberapa luka.
Area kulit tak terbakar mungkin dingin/lembab, pucat, dengan pengisian kapiler lambat pada adanya penurunan curah jantung sehubungan dengan kehilangan cairan/status syok.
Cedera api: terdapat area cedera campuran dalam sehubunagn dengan variase intensitas panas yang dihasilkan bekuan terbakar. Bulu hidung gosong; mukosa hidung dan mulut kering; merah; lepuh pada faring posterior;oedema lingkar mulut dan atau lingkar nasal.
Cedera kimia: tampak luka bervariasi sesuai agen penyebab.
Kulit mungkin coklat kekuningan dengan tekstur seprti kulit samak halus; lepuh; ulkus; nekrosis; atau jarinagn parut tebal. Cedera secara mum ebih dalam dari tampaknya secara perkutan dan kerusakan jaringan dapat berlanjut sampai 72 jam setelah cedera.
Cedera listrik: cedera kutaneus eksternal biasanya lebih sedikit di bawah nekrosis. Penampilan luka bervariasi dapat meliputi luka aliran masuk/keluar (eksplosif), luka bakar dari gerakan aliran pada proksimal tubuh tertutup dan luka bakar termal sehubungan dengan pakaian terbakar.
Adanya fraktur/dislokasi (jatuh, kecelakaan sepeda motor, kontraksi otot tetanik sehubungan dengan syok listrik).
j)    Pemeriksaan diagnostik:
(1)    LED: mengkaji hemokonsentrasi.
(2)    Elektrolit serum mendeteksi ketidakseimbangan cairan dan biokimia. Ini terutama penting untuk memeriksa kalium terdapat peningkatan dalam 24 jam pertama karena peningkatan kalium dapat menyebabkan henti jantung.
(3)    Gas-gas darah arteri (GDA) dan sinar X dada mengkaji fungsi pulmonal, khususnya pada  cedera inhalasi asap.
(4)    BUN dan kreatinin mengkaji fungsi ginjal.
(5)    Urinalisis menunjukkan mioglobin dan hemokromogen menandakan kerusakan otot pada luka bakar ketebalan penuh luas.
(6)    Bronkoskopi membantu memastikan cedera inhalasi asap.
(7)    Koagulasi memeriksa faktor-faktor pembekuan yang dapat menurun pada luka bakar masif.
(8)    Kadar karbon monoksida serum meningkat pada cedera inhalasi asap.

2.    Diagnosa Keperawatan
Marilynn E. Doenges dalam Nursing care plans, Guidelines for planning and documenting patient care mengemukakan beberapa Diagnosa keperawatan sebagai berikut :
1    Resiko tinggi bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan obtruksi trakeabronkial;edema mukosa dan hilangnya kerja silia. Luka bakar daerah leher; kompresi jalan nafas thorak dan dada atau keterdatasan pengembangan dada.
2    Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan Kehilangan cairan melalui rute abnormal. Peningkatan kebutuhan : status hypermetabolik, ketidak cukupan pemasukan. Kehilangan perdarahan.
3    Resiko kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan cedera inhalasi asap atau sindrom kompartemen torakal sekunder terhadap luka bakar sirkumfisial dari dada atau leher.
4    Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan Pertahanan primer tidak adekuat; kerusakan perlinduingan kulit; jaringan traumatik. Pertahanan sekunder tidak adekuat; penurunan Hb, penekanan respons inflamasi.
5    Nyeri berhubungan dengan Kerusakan kulit/jaringan; pembentukan edema. Manifulasi jaringan cidera contoh debridemen luka.
6    Resiko tinggi kerusakan perfusi jaringan, perubahan/disfungsi neurovaskuler perifer berhubungan dengan Penurunan/interupsi aliran darah arterial/vena, contoh luka bakar seputar ekstremitas dengan edema.
7    Perubahan nutrisi : Kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan status hipermetabolik (sebanyak 50 % - 60% lebih besar dari proporsi normal pada cedera berat) atau katabolisme protein.
8    Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan neuromuskuler, nyeri/tak nyaman, penurunan kekuatan dan tahanan.
9    Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan Trauma : kerusakan permukaan kulit karena destruksi lapisan kulit (parsial/luka bakar dalam).
10    Gangguan citra tubuh (penampilan peran) berhubungan dengan krisis situasi; kejadian traumatik peran klien tergantung, kecacatan dan nyeri.
11    Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan Salah interpretasi informasi Tidak mengenal sumber informasi.


Rencana Intervensi
Diagnosa Keperawatan    Rencana Keperawatan
    Tujuan dan Kriteria Hasil    Intervensi    Rasional
Resiko bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan  obstruksi trakheobronkhial; oedema mukosa; kompressi jalan nafas .    Bersihan jalan nafas tetap efektif.
Kriteria Hasil : Bunyi nafas vesikuler, RR dalam batas normal, bebas dispnoe/cyanosis.    Kaji refleks gangguan/menelan; perhatikan pengaliran air liur, ketidakmampuan menelan, serak, batuk mengi.
Awasi frekuensi, irama, kedalaman pernafasan ; perhatikan adanya pucat/sianosis dan sputum mengandung karbon atau merah muda.

Auskultasi paru, perhatikan stridor, mengi/gemericik, penurunan bunyi nafas, batuk rejan.

Perhatikan adanya pucat atau warna buah ceri merah pada kulit yang cidera
Tinggikan kepala tempat tidur. Hindari penggunaan bantal di bawah kepala, sesuai indikasi


Dorong batuk/latihan nafas dalam dan perubahan posisi sering.
Hisapan (bila perlu) pada perawatan ekstrem, pertahankan teknik steril.


Tingkatkan istirahat suara tetapi kaji kemampuan untuk bicara dan/atau menelan sekret oral secara periodik.

Selidiki perubahan perilaku/mental contoh gelisah, agitasi, kacau mental.

Awasi 24 jam keseimbngan cairan, perhatikan variasi/perubahan.



Lakukan program kolaborasi meliputi :
Berikan pelembab O2 melalui cara yang tepat, contoh masker wajah
Awasi/gambaran seri GDA




Kaji ulang seri rontgen


Berikan/bantu fisioterapi dada/spirometri intensif.



Siapkan/bantu intubasi atau trakeostomi sesuai indikasi.    Dugaan cedera inhalasi


Takipnea, penggunaan otot bantu, sianosis dan perubahan sputum menunjukkan terjadi distress pernafasan/edema paru dan kebutuhan intervensi medik.

Obstruksi jalan nafas/distres pernafasan dapat terjadi sangat cepat atau lambat contoh sampai 48 jam setelah terbakar.

Dugaan adanya hipoksemia atau karbon monoksida.
Meningkatkan ekspansi paru optimal/fungsi pernafasan. Bilakepala/leher terbakar, bantal dapat menghambat pernafasan, menyebabkan nekrosis pada kartilago telinga yang terbakar dan meningkatkan konstriktur leher.
Meningkatkan ekspansi paru, memobilisasi dan drainase sekret.
Membantu mempertahankan jalan nafas bersih, tetapi harus dilakukan kewaspadaan karena edema mukosa dan inflamasi. Teknik steril menurunkan risiko infeksi.
Peningkatan sekret/penurunan kemampuan untuk menelan menunjukkan peningkatan edema trakeal dan dapat mengindikasikan kebutuhan untuk intubasi.
Meskipun sering berhubungan dengan nyeri, perubahan kesadaran dapat menunjukkan terjadinya/memburuknya hipoksia.
Perpindahan cairan atau kelebihan penggantian cairan meningkatkan risiko edema paru. Catatan : Cedera inhalasi meningkatkan kebutuhan cairan sebanyak 35% atau lebih karena edema.
O2 memperbaiki hipoksemia/asidosis. Pelembaban menurunkan pengeringan saluran pernafasan dan menurunkan viskositas sputum.
Data dasar penting untuk pengkajian lanjut status pernafasan dan pedoman untuk pengobatan. PaO2 kurang dari 50, PaCO2 lebih besar dari 50 dan penurunan pH menunjukkan inhalasi asap dan terjadinya pneumonia/SDPD.
Perubahan menunjukkan atelektasis/edema paru tak dapat terjadi selama 2 – 3 hari setelah terbakar
Fisioterapi dada mengalirkan area dependen paru, sementara spirometri intensif dilakukan untuk memperbaiki ekspansi paru, sehingga meningkatkan fungsi pernafasan dan menurunkan atelektasis.
Intubasi/dukungan mekanikal dibutuhkan bila jalan nafas edema atau luka bakar mempengaruhi fungsi paru/oksegenasi.
Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan Kehilangan cairan melalui rute abnormal. Peningkatan kebutuhan : status hypermetabolik, ketidak cukupan pemasukan. Kehilangan perdarahan.    Pasien dapat mendemostrasikan status cairan dan biokimia membaik.
Kriteria evaluasi: tak ada manifestasi dehidrasi, resolusi oedema, elektrolit serum dalam batas normal, haluaran urine di atas 30 ml/jam.    Awasi tanda vital, CVP. Perhatikan kapiler dan kekuatan nadi perifer.

Awasi pengeluaran urine dan berat jenisnya. Observasi warna urine dan hemates sesuai indikasi.


Perkirakan drainase luka dan kehilangan yang tampak


Timbang berat badan setiap hari

Ukur lingkar ekstremitas yang terbakar tiap hari sesuai indikasi

Selidiki perubahan mental


Observasi distensi abdomen,hematomesis,feces hitam.
Hemates drainase NG dan feces secara periodik.
Lakukan program kolaborasi meliputi :
Pasang / pertahankan kateter urine

Pasang/ pertahankan ukuran kateter IV.
Berikan penggantian cairan IV yang dihitung, elektrolit, plasma, albumin.

Awasi hasil pemeriksaan laboratorium ( Hb, elektrolit, natrium ).

Berikan obat sesuai idikasi :
-    Diuretika contohnya Manitol (Osmitrol)


-    Kalium

-    Antasida


Pantau:
-    Tanda-tanda vital setiap jam selama periode darurat, setiap 2 jam selama periode akut, dan setiap 4 jam selama periode rehabilitasi.
-    Warna urine.
-    Masukan dan haluaran setiap jam selama periode darurat, setiap 4 jam selama periode akut, setiap 8 jam selama periode rehabilitasi.
-    Hasil-hasil JDL dan laporan elektrolit.
-    Berat badan setiap hari.
-    CVP (tekanan vena sentral) setiap jam bial diperlukan.
-    Status umum setiap 8 jam.

Pada penerimaan rumah sakit, lepaskan semua pakaian dan perhiasan dari area luka bakar.
Mulai terapi IV yang ditentukan dengan jarum lubang besar (18G), lebih disukai melalui kulit yang telah terluka bakar. Bila pasien menaglami luka bakar luas dan menunjukkan gejala-gejala syok hipovolemik, bantu dokter dengan pemasangan kateter vena sentral untuk pemantauan CVP.
Beritahu dokter bila: haluaran urine < 30 ml/jam, haus, takikardia, CVP < 6 mmHg, bikarbonat serum di bawah rentang normal, gelisah, TD di bawah rentang normal, urine gelap atau encer gelap.

Konsultasi doketr bila manifestasi kelebihan cairan terjadi.


Tes guaiak muntahan warna kopi atau feses ter hitam. Laporkan temuan-temuan positif.

Berikan antasida yag diresepkan atau antagonis reseptor histamin seperti simetidin    Memberikan pedoman untuk penggantian cairan dan mengkaji respon kardiovaskuler.

Penggantian cairan dititrasi untuk meyakinkan rata-2 pengeluaran urine 30-50 cc/jam pada orang dewasa. Urine berwarna merah pada kerusakan otot masif karena adanyadarah dan keluarnya mioglobin.
Peningkatan permeabilitas kapiler, perpindahan protein, proses inflamasi dan kehilangan cairan melalui evaporasi mempengaruhi volume sirkulasi dan pengeluaran urine.
Penggantian cairan tergantung pada berat badan pertama dan perubahan selanjutnya
Memperkirakan luasnya oedema/perpindahan cairan yang mempengaruhi volume sirkulasi dan pengeluaran urine.
Penyimpangan pada tingkat kesadaran dapat mengindikasikan ketidak adequatnya volume sirkulasi/penurunan perfusi serebral
Stres (Curling) ulcus terjadi pada setengah dari semua pasien yang luka bakar berat(dapat terjadi pada awal minggu pertama).


Observasi ketat fungsi ginjal dan mencegah stasis atau refleks urine.
Memungkinkan infus cairan cepat.
Resusitasi cairan menggantikan kehilangan cairan/elektrolit dan membantu mencegah komplikasi.
Mengidentifikasi kehilangan darah/kerusakan SDM dan kebutuhan penggantian  cairan dan elektrolit.

Meningkatkan pengeluaran urine dan membersihkan tubulus dari debris /mencegah nekrosis.
Penggantian lanjut karena kehilangan urine dalam jumlah besar
Menurunkan keasaman gastrik sedangkan inhibitor histamin menurunkan produksi asam hidroklorida untuk menurunkan produksi asam hidroklorida untuk menurunkan iritasi gaster.
Mengidentifikasi penyimpangan indikasi kemajuan atau penyimpangan dari hasil yang diharapkan. Periode darurat (awal 48 jam pasca luka bakar) adalah periode kritis yang ditandai oleh hipovolemia yang mencetuskan individu pada perfusi ginjal dan jarinagn tak adekuat.









Inspeksi adekuat dari luka bakar.


Penggantian cairan cepat penting untuk mencegah gagal ginjal. Kehilangan cairan bermakna terjadi melalui jarinagn yang terbakar dengan luka bakar luas. Pengukuran tekanan vena sentral memberikan data tentang status volume cairan intravaskular.


Temuan-temuan ini mennadakan hipovolemia dan perlunya peningkatan cairan. Pada lka bakar luas, perpindahan cairan dari ruang intravaskular ke ruang interstitial menimbukan hipovolemi.

Pasien rentan pada kelebihan beban volume intravaskular selama periode pemulihan bila perpindahan cairan dari kompartemen interstitial pada kompartemen intravaskuler.
Temuan-temuan guaiak positif ennandakan adanya perdarahan GI. Perdarahan GI menandakan adaya stres ulkus (Curling’s).
Mencegah perdarahan GI. Luka bakar luas mencetuskan pasien pada ulkus stres yang disebabkan peningkatan sekresi hormon-hormon adrenal dan asam HCl oleh lambung.

Resiko kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan cedera inhalasi asap atau sindrom kompartemen torakal sekunder terhadap luka bakar sirkumfisial dari dada atau leher.    Pasien dapat mendemonstrasikan oksigenasi adekuat.
Kriteroia evaluasi: RR 12-24 x/mnt, warna kulit normal, GDA dalam renatng normal, bunyi nafas bersih, tak ada kesulitan bernafas.    Pantau laporan GDA dan kadar karbon monoksida serum.


Beriakan suplemen oksigen pada tingkat yang ditentukan. Pasang atau bantu dengan selang endotrakeal dan temaptkan pasien pada ventilator mekanis sesuai pesanan bila terjadi insufisiensi pernafasan (dibuktikan dnegna hipoksia, hiperkapnia, rales, takipnea dan perubahan sensorium).
Anjurkan pernafasan dalam dengan penggunaan spirometri insentif setiap 2 jam selama tirah baring.
Pertahankan posisi semi fowler, bila hipotensi tak ada.

Untuk luka bakar sekitar torakal, beritahu dokter bila terjadi dispnea disertai dengan takipnea. Siapkan pasien untuk pembedahan eskarotomi sesuai pesanan.
    Mengidentifikasi kemajuan dan penyimpangan dari hasil yang diharapkan. Inhalasi asap dapat merusak alveoli, mempengaruhi pertukaran gas pada membran kapiler alveoli.
Suplemen oksigen meningkatkan jumlah oksigen yang tersedia untuk jaringan. Ventilasi mekanik diperlukan untuk pernafasan dukungan sampai pasie dapat dilakukan secara mandiri.


Pernafasan dalam mengembangkan alveoli, menurunkan resiko atelektasis.

Memudahkan ventilasi dengan menurunkan tekanan abdomen terhadap diafragma.

Luka bakar sekitar torakal dapat membatasi ekspansi adda. Mengupas kulit (eskarotomi) memungkinkan ekspansi dada.
Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan Pertahanan primer tidak adekuat; kerusakan perlinduingan kulit; jaringan traumatik. Pertahanan sekunder tidak adekuat; penurunan Hb, penekanan respons inflamasi
    Pasien bebas dari infeksi.
Kriteria evaluasi: tak ada demam, pembentukan jaringan granulasi baik.    Pantau:
-    Penampilan luka bakar (area luka bakar, sisi donor dan status balutan di atas sisi tandur bial tandur kulit dilakukan) setiap 8 jam.
-    Suhu setiap 4 jam.
-    Jumlah makanan yang dikonsumsi setiap kali makan.
Bersihkan area luka bakar setiap hari dan lepaskan jarinagn nekrotik (debridemen) sesuai pesanan. Berikan mandi kolam sesuai pesanan, implementasikan perawatan yang ditentukan untuk sisi donor, yang dapat ditutup dengan balutan vaseline atau op site.
Lepaskan krim lama dari luka sebelum pemberian krim baru. Gunakan sarung tangan steril dan beriakn krim antibiotika topikal yang diresepkan pada area luka bakar dengan ujung jari. Berikan krim secara menyeluruh di atas luka.
Beritahu dokter bila demam drainase purulen atau bau busuk dari area luka bakar, sisi donor atau balutan sisi tandur. Dapatkan kultur luka dan berikan antibiotika IV sesuai ketentuan.

Tempatkan pasien pada ruangan khusus dan lakukan kewaspadaan untuk luka bakar luas yang mengenai area luas tubuh. Gunakan linen tempat tidur steril, handuk dan skort untuk pasien. Gunakan skort steril, sarung tangan dan penutup kepala dengan masker bila memberikan perawatan pada pasien. Tempatkan radio atau televisis pada ruangan pasien untuk menghilangkan kebosanan.
Bila riwayat imunisasi tak adekuat, berikan globulin imun tetanus manusia (hyper-tet) sesuai pesanan.
Mulai rujukan pada ahli diet, beriakn protein tinggi, diet tinggi kalori. Berikan suplemen nutrisi seperti ensure atau sustacal dengan atau antara makan bila masukan makanan kurang dari 50%. Anjurkan NPT atau makanan enteral bial pasien tak dapat makan per oral.   
Mengidentifikasi indikasi-indikasi kemajuan atau penyimapngan dari hasil yang diharapkan.





Pembersihan dan pelepasan jaringan nekrotik meningkatkan pembentukan granulasi.




Antimikroba topikal membantu mencegah infeksi. Mengikuti prinsip aseptik melindungi pasien dari infeksi. Kulit yang gundul menjadi media yang baik untuk kultur pertumbuhan baketri.

Temuan-temuan ini mennadakan infeksi. Kultur membantu mengidentifikasi patogen penyebab sehingga terapi antibiotika yang tepat dapat diresepkan. Karena balutan siis tandur hanya diganti setiap 5-10 hari, sisi ini memberiakn media kultur untuk pertumbuhan bakteri.
Kulit adalah lapisan pertama tubuh untuk pertahanan terhadap infeksi. Teknik steril dan tindakan perawatan perlindungan lainmelindungi pasien terhadap infeksi. Kurangnya berbagai rangsang ekstrenal dan kebebasan bergerak mencetuskan pasien pada kebosanan.


Melindungi terhadap tetanus.


Ahli diet adalah spesialis nutrisi yang dapat mengevaluasi paling baik status nutrisi pasien dan merencanakan diet untuk emmenuhi kebuuthan nutrisi penderita. Nutrisi adekuat memabntu penyembuhan luka dan memenuhi kebutuhan energi.
Nyeri berhubungan dengan Kerusakan kulit/jaringan; pembentukan edema. Manipulasi jaringan cidera contoh debridemen luka.    Pasien dapat mendemonstrasikan hilang dari ketidaknyamanan.
Kriteria evaluasi: menyangkal nyeri, melaporkan perasaan nyaman, ekspresi wajah dan postur tubuh rileks.    Berikan anlgesik narkotik yang diresepkan prn dan sedikitnya 30 menit sebelum prosedur perawatan luka. Evaluasi keefektifannya. Anjurkan analgesik IV bila luka bakar luas.

Pertahankan pintu kamar tertutup, tingkatkan suhu ruangan dan berikan selimut ekstra untuk memberikan kehangatan.

Berikan ayunan di atas temapt tidur bila diperlukan.


Bantu dengan pengubahan posisi setiap 2 jam bila diperlukan. Dapatkan bantuan tambahan sesuai kebutuhan, khususnya bila pasien tak dapat membantu membalikkan badan sendiri.    Analgesik narkotik diperlukan utnuk memblok jaras nyeri dengan nyeri berat. Absorpsi obat IM buruk pada pasien dengan luka bakar luas yang disebabkan oleh perpindahan interstitial berkenaan dnegan peningkatan permeabilitas kapiler.
Panas dan air hilang melalui jaringan luka bakar, menyebabkan hipoetrmia. Tindakan eksternal ini membantu menghemat kehilangan panas.
Menururnkan neyri dengan mempertahankan berat badan jauh dari linen temapat tidur terhadap luka dan menuurnkan pemajanan ujung saraf pada aliran udara.
Menghilangkan tekanan pada tonjolan tulang dependen. Dukungan adekuat pada luka bakar selama gerakan membantu meinimalkan ketidaknyamanan.
Resiko tinggi kerusakan perfusi jaringan, perubahan/disfungsi neurovaskuler perifer berhubungan dengan Penurunan/interupsi aliran darah arterial/vena, contoh luka bakar seputar ekstremitas dengan edema.    Pasien menunjukkan sirkulasi tetap adekuat.
Kriteria evaluasi: warna kulit normal, menyangkal kebas dan kesemutan, nadi perifer dapat diraba.    Untuk luka bakar yang mengitari ekstermitas atau luka bakar listrik, pantau status neurovaskular dari ekstermitas setaip 2 jam.
Pertahankan ekstermitas bengkak ditinggikan.

Beritahu dokter dengan segera bila terjadi nadi berkurang, pengisian kapiler buruk, atau penurunan sensasi. Siapkan untuk pembedahan eskarotomi sesuai pesanan.    Mengidentifikasi indikasi-indikasi kemajuan atau penyimpangan dari hasil yang diharapkan.

Meningkatkan aliran balik vena dan menurunkan pembengkakan.

Temuan-temuan ini menandakan keruskana sirkualsi distal. Dokter dapat mengkaji tekanan jaringan untuk emnentukan kebutuhan terhadap intervensi bedah. Eskarotomi (mengikis pada eskar) atau fasiotomi mungkin diperlukan untuk memperbaiki sirkulasi adekuat.
Kerusakan integritas kulit b/d kerusakan permukaan kulit sekunder destruksi lapisan kulit.
    Memumjukkan regenerasi jaringan
Kriteria hasil: Mencapai penyembuhan tepat waktu pada area luka bakar.    Kaji/catat ukuran, warna, kedalaman luka, perhatikan jaringan nekrotik dan kondisi sekitar luka.

Lakukan perawatan luka bakar yang tepat dan tindakan kontrol infeksi.

Pertahankan penutupan luka sesuai indikasi.



Tinggikan area graft bila mungkin/tepat. Pertahankan posisi yang diinginkan dan imobilisasi area bila diindikasikan.

Pertahankan balutan diatas area graft baru dan/atau sisi donor sesuai indikasi.

Cuci sisi dengan sabun ringan, cuci, dan minyaki dengan krim, beberapa waktu dalam sehari, setelah balutan dilepas dan penyembuhan selesai.
Lakukan program kolaborasi :
- Siapkan / bantu prosedur bedah/balutan biologis.    Memberikan informasi dasar tentang kebutuhan penanaman kulit dan kemungkinan petunjuk tentang sirkulasi pada aera graft.

Menyiapkan jaringan untuk penanaman dan menurunkan resiko infeksi/kegagalan kulit.

Kain nilon/membran silikon mengandung kolagen porcine peptida yang melekat pada permukaan luka sampai lepasnya atau mengelupas secara spontan kulit repitelisasi.
Menurunkan pembengkakan /membatasi resiko pemisahan graft. Gerakan jaringan dibawah graft dapat mengubah posisi yang mempengaruhi penyembuhan optimal.
Area mungkin ditutupi oleh bahan dengan permukaan tembus pandang tak reaktif.

Kulit graft baru dan sisi donor yang sembuh memerlukan perawatan khusus untuk mempertahankan kelenturan.
Graft kulit diambil dari kulit orang itu sendiri/orang lain untuk penutupan sementara pada luka bakar luas sampai kulit orang itu siap ditanam.
DAFTAR PUSTAKA

Bruner, Suddarth. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Volume 3. Jakarta : EGC. 2002
Baratawidjaja, K. (1990) “Asma Bronchiale”, dikutip dari Ilmu Penyakit Dalam,
Jakarta : FK UI.
Crockett, A. (1997) “Penanganan Asma dalam Penyakit Primer”, Jakarta :
Hipocrates.
Crompton, G. (1980) “Diagnosis and Management of Respiratory Disease”, Blacwell
Scientific Publication.
Doenges, M. E., Moorhouse, M. F. & Geissler, A. C. (2000) “Rencana Asuhan
Keperawatan”, Jakarta : EGC.
Guyton & Hall (1997) “Buku Ajar Fisiologi Kedokteran”, Jakarta : EGC.
Hudak & Gallo (1997) “Keperawatan Kritis Pendekatan Holistik”, Volume 1, Jakarta :
EGC.
Price, S & Wilson, L. M. (1995) “Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-proses Penyakit”,
Jakarta : EGC.
Reeves, C. J., Roux, G & Lockhart, R. (1999) “Keperawatan Medikal Bedah”, Buku
Satu, Jakarta : Salemba Medika.
Staff Pengajar FK UI (1997) “Ilmu Kesehatan Anak”, Jakarta : Info Medika.

BASALIOMA

ASUHAN KEPERAWATAN BASALIOMA

A. Konsep Anatomi Fisiologi
1. Anatomi Kulit
Kulit adalah organ tubuh yang terletak paling luar dan membatasinya dari lingkungan hidup manusia (Adhi Juanda, dkk, 2000).
Menurut Price dan Wilson (1995), kulit merupakan organ terbesar pada tubuh manusia yang membungkus otot-otot dan organ dalam tubuh.
Secara mikroskopis kulit terdiri dari tiga lapisan yaitu lapisan epidermis, dermis, dan lemak subkutan (Price and Wilson, 1995). Berikut akan di uraikan mengenai masing-masing lapisan :
a.    Lapisan epidermis (kutikel)
Bagian ini merupakan lapisan yang terluar dari kulit dan terdiri dari lima lapisan (lima stratum) yaitu : stratum korneum, stratum lusidum, stratum granulosum, stratum spinosum dan stratum basale (Adi Juanda, dkk, 2000).
1). Stratum korneum (lapisan tanduk), terletak paling luar dan terdiri dari beberapa lapis sel-sel gepeng yang mati, tidak berinti dan protoplasmanya telah berubah menjadi keratin (zat tanduk) (Adhi Juanda, dkk, 2000).
2). Stratum lusidum, terdapat dibawah lapisan korneum, selnya pipih, sudah banyak yang kehilangan inti dan butir-butir sel telah menjadi jernih sekali dan tembus sinar (Syaifuddin, 1996).
3). Stratum granulosum (lapisan keratohidin), merupakan dua atau lapisan sel-sel gepeng dengan sitoplasma berbutir kakr dan terdapat inti diantaranya. Butir-butir ini terdiri atas keratohialin dimana sel mukosa biasanya tidak mempunyai lapisan ini. Lapisan ini juga tampak jelas pada telapak tangan dan telapak kaki (Adhi Juanda, dkk, 2000).
4). Stratum spinosum (stratum malphigi) disebut juga pickle cell layel. Merupakan lapisan yang paling tebal dan dapat mencapai 0,2 mm dan terdiri dari s-8 lapisan. Jika dilihat di bawah mikroskop sel-selnya berbentuk polygonal / banyak sudut dan mempunyai tanduk (spina) (Syaifuddin, 1998).
5). Stratum basale, terdiri atas sel-sel berbentuk kubus (kolumnas) yang tersusun vertical pada perbatasan derma epidermal, berbaris seperti pagar. Lapisan ini merupakan lapisan epidermis
b.  Lapisan dermis (korium)
Merupakan lapisan di bawah epidermis yang tersusun atas jaringan fibrus dan jaringan ikat yang elastis. Pada permukaan dermis tersusun papil-papil kecil yang berisi ranting-ranting pembuluh darah kapiler. Di dalam dermis terdapat ujung akhir saraf sensoris dan kelenjar keringat yang berbentuk tabung berbelit-belit dengan jumlah banyak (Pearce, 2000).
c.    Lapisan subkutis (hypodermis)
Merupakan kelanjutan dermis, terdiri atas jaringan ikat longgar dan berisi sel-sel lemak merupakan sel bulat, besar dengan inti terdesak ke pinggir sitoplas lemak yang bertambah lapisan sel-sel lemak disebut poni kulus adipose yang berfungsi sebagai cadangan makanan. Pada lapisan ini terdapat ujung-ujung saraf tepi, pembuluh darah dan getah bening (Adhi Juanda, dkk, 2000).

2. Fisiologi Kulit
Kulit sebagai organ paling luar dari tubuh manusia selain mempunyai fungsi utama untuk menjamin kelangsungan hidup juga mempunyai arti lain yaitu estetika, ras, indicator sistemik, dan sarana komunikasi non verbal antara satu dengan yang lain (Adhi Juanda, dkk, 2000).
Dibawah ini akan penulis uraikan satu persatu fungsi kulit bagi kehidupan manusia (Adhi Juanda, dkk, 2000) :
a.    Fungsi proteksi
Dalam fungsi ini kulit melindungi tubuh dari gangguan luar baik berupa fisik maupun mekanik seperti gesekan, tarikan dan tekanan. Proteksi Terhadap gangguan kimia seperti zat-zat kimia iritan : asam/asa kuat, lisol, karbol, dan gangguan dari panas seperti radiasi dan sinar ultraviolet. Selain itu juga proteksi terhadap gangguan dari mikroorganisme, seperti jamur, bakteri, dan virus.
b.    Fungsi absorbsi
Kulit yang sehat tidak mudah menyerap air, laruran dan benda padat, tetapi larutan yang mudah menyerap air, larutan dan benda padat, tetapi larutan yang mudah menguap lebih cepat diserap begitu juga zat yang larut di dalam lemak. Permeabilitas kulit terhadap CO2, O2 dan H2O
memungkinkan kulit ikut mengambil bagian dalam fungsi respirasi. Kemampuan absorbsinya dipengaruhi tebal tipisnya kulit, jenis hidrasi dan kelelmbaban.
c.    Fungsi eksresi
Kulit mengeluarkan zat-zat sisa metabolisme yang tidak berguna seperti Nacl, Ured, Asam urat, dan amonid. Sebum yang diproduksi meminyaki kulit dan menahan evaporasi (penguapan air), sehingga kulit tidak menjadi kering. Dengan diproduksinya lemak dan keringat menyebabkan keasaman pada pH kulit 5 – 6,8.
d.    Fungsi persepsi
Adapun ujung-ujung saraf pada dermis dan subkutis memungkinkan kulit menjadi indera persepsi panas, dingin, rabaan, dan tekanan.
e.    Fungsi pengatur suhu (termoregulasi)
Kulit melakukan peran ini dengan cara mengeluarkan keringat dan mengerutkan (otot berkontraksi) pembuluh darah dikulit.
f.    Fungsi pembentukan pigmen
Sel pembentuk pigmen disebut melanosit yang terdapat distratum basale. Jumlah melanosit dan jumlah serta besarnya butiran pigmen (melanosom) menentukan warna kulit ras dan individu.
g.    Fungsi keratinisasi
keratiniasi merupakan perubahan keratonis menjadi sel tanduk. Proses kreatinisasi ini berlangsung terus menrus sepanjang kehidupan. Lamanya proses ini berlangsung 14 – 21 hari yang memberikan perlindungan terhadap infeksi secara mekanik fisiologis.
h.    Fungsi pengubahan pro vitamin D
Dengan bantuan sinar matahari (ultra violet) kulit dapat mengubah dan dihidruksi kolesterol (pro vitamin D) menjadi vitamin D.
i.    Fungsi kosmetik
Tanpa diragukan lagi, kulit memberikan arti penting bagi estetika individu sehingga kulit yang sehat akan memberikan performance yang menarik pada individu.

B. Konsep Dasar Medis
1. Definisi
Basalioma adalah suatu tumor ganas kulit (kanker) yang berasal dari pertumbuhan neoplastik sel basal epidermis dan apendiks kulit (Graham, R, 2005).
Basalioma adalah merupakan tumor ganas yang berasal dari sel lapisan basal epidermis, bersifat invasif, destruktif lokal dan sangat jarang bermetastasis (Nila, 2005).
Basalioma adalah merupakan kanker kulit yang timbul dari lapisan sel basal epidermis atau folikel rambut ; yang paling umum dan jarang bermetastasis ; kekambuhan umum terjadi (Brunner and Suddarth, 2000).

2. Etiologi
Lebih dari 90 % penyebab basalioma yaitu terpapar inar matahari atau penyinaran ultraviolet lainnya. Paling sering muncul pada usia diatas 40 tahun. Faktor resiko lainnya adalah :
a. Faktor genetik (sering terjadi pada kulit terang, mata biru atau hijau dan rambut pirang atau merah).
b. Pemaparan sinar X yang berlebihan.

3. Patofisiologi
Basalioma merupakan kanker kulit yang paling sering ditemukan. Basalioma berasal dari sel epidermis sepanjang lamina basalis. Kanker sel basal terjadi pada daerah terbuka yang biasanya terpapar sinar matahari, seperti wajah, kepala, dan leher. Untungnya tumor ini jarang sekali bermetastasis. Pasien dengan kanker sel basal tunggal lebih mudah mendapat kanker kulit.
Spektrum sinar matahari yang bersifat karsinogen adalah sinar yang panjang gelombangnya, bekisar antara 280 samapi 320 mm.
Spektrum inilah yang membakar dan membuat kulit menjadi cacat. Selain itu, pasien yang memiliki riwayat kanker sel basal harus menggunakan tabir surya atau pakaian pelindung untuk menghindari sinar karsinogen yang terdapat di dalam sinar matahari.
Penyebab lain basalioma adalah riwayat pengobatan, radiologi, sebelumnya untuk menyembuhkan penyakit kulit lain. Sinar ultraviolet panjang (UVA) yang dipancarkan oleh alat untuk membuat kulit kecoklatan seperti terbakar sinar matahari juga merusak epidermis dan di anggap sebagai karsinogen.
Tumor ini ditandai oleh nodul eritromatosa, halus dan seperti mutiara, bagian tengah mengalami ulserasi dan perdarahan, meninggi dan memiliki pembuluh telangiektatik pada permukannya.

4. Manifestasi Klinik
Tanda dan gejala yang menyertai penyakit basalioma adalah presileksinya terutama pada wajah (pipi, dahi, hidung, lipat nasolabial, daerah periorbital), leher. Meskipun jarang dapat pula dijumpai pada lengan, tangan, badan, tungkai, kaki dan kulit kepala. Gambaran klinik basalioma bervariasi terbagi menjadi 5 bentuk :
a. Nodulo-ulseratif, termasuk ulkus rodens
b. Berpigmen
c. Morfea atau fibrosing atau sklerosine
d. Superfisial
e. Fibroepitelioma
Disamping itu terdapat pula 3 sindroma klinis, dimana epitelioma sel basal berperan penting, yaitu :
a. Sindroma epitelioma sel basal nevoid.
b. Nevus sel basal unilateral linier
c. Sindroma bazex

5. Pemeriksaan Diagnostik
Menurut Baughman, CD & Hackley J.C, 2000, pemeriksaan diagnostik yang biasa dilakukan pada penderita. Basalioma adalah :
a. Evaluasi histologis
b. Biopsi

6. Penatalaksanaan
a. Biasanya kanker diangkat melalui pengorekan lalu dibakar dengan jarum listrik (kuretase dan elektrodesikasi) atau dipotong dengan pisau bedah. Sebelumnya diberikan suntukan anestesi.
b. Eksisi
c. Terapi radiasi

7. Pencegahan
Untuk mencegah kekambuhan, hindari hal-hal yang dapat menimbulkan penyakit basalioma.

C. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan proses yang sistematis dalam pengumpulan data sebagai sumber data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien, dikutip dari Iyet, et, al 1996 (Nursalam, 2001, hal 17). Tahap pengkajian merupakan dasar utama dalam memberikan askep sesuai dengan kebutuhan individu sehingga pengkajian akurat, lengkap, sesuai kenyataan dan kebenaran data sangat penting dalam merumuskan diagnosa keperawatan.
Dalam tahapan ini dilakukan pengumpulan data yang trdiri dari tiga metode yaitu komunikasi efektif, observasi dan pemeriksaan fisik. Data yang dikumpulkan terdiri atas data dasar dan data fokus, dikutip dari Iyer et, al, 1996 (Nursalam, 2001, hal 25).
Menurut Barbara Engram (1998), dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien pre dan post
operasi umum, data yang perlu dikaji adalah :

a. Data dasar
1). Identitas
Kajian ini meliputi nama, inisial, umur, jenis kelamin, agama, suku, pendidikan, pekerjaan dan tempat tinggal klien. Selain itu perlu juga dikaji nama dan alamat penanggung jawab serta hubungannya dengan klien.
2). Riwayat penyakit dahulu
Berupa penyakit dahulu yang pernah diderita yang berhubungan dengan keluhan sekarang.

3). Riwayat penyakit sekarang
Meliputi alasan masuk rumah sakit, kaji keluhan klien, kapan mulai tanda dan gejala. Faktor yang mempengaruhi, apakah ada upaya-upaya yang dilakukan.
4). Riwayat kesehatan keluarga
Terdapat anggota keluarga yang menderita penyakit basalioma atau kanker (Engram, 1998).
5). Data biologis
a). Pola nutrisi
klien mengalami anoreksia, dan ketidakmampuan untuk makan (Mayer’s, et, al, 1995).
b). Pola minum
Masukan cairan klien adekuat, pasca operasi, klien puasa total 24 jam (Doenges, et, al, 2002).
c). Pola eliminasi
Terjadi konstipasi dan berkemih tergantung masukan cairan (Brunner & Suddarth, 2002).
d). Pola istirahat dan tidur
Tidak dapat tidur dalam posisi baring rata pasca operasi (Doenges, et, al, 1999).
e). Pola kebersihan
Penurunan kemampuan melakukan aktivitas sehari-hari disebabkan pasca operasi (Tucker, et, al, 1998).
f). Pola aktivitas
Keletihan melakukan aktivitas sehari-hari (Brunner and Suddarth, 2000).
6). Data psikologis
a). Status emosi
b). Klien dapat merasa terganggu dan malu dengan kondisi yang dialaminya atau tidak (Brunner and Suddarth, 2002).
c). Gaya komunikasi
kesulitan berbicara dalam kalimat panjang/perkataan yang lebih dari 4 atau 5 sekaligus (Doenges, et, al, 1999).
d). Pola interaksi
tidak ada sistem pendukung, pasangan, keluarga, orang terdekat. Keterbatasn hubunan dengan orang lain, keluarga atau tidak (Doenges, et, al, 1999).
e). Pola koping
Klien marah, cemas, menarik diri atau menyangkal.
7). Data sosial
a). Pendidikan dan pekerjaan
tingkat pengetahuan tentang operasi minim (Soeparman, et, al, 1998).
b). Hubungan sosial
kuang harmonisnya hubunan sosial merupakan stressor emosional pernafasan tidak teratur (Brunner &
Suddarth, 2002).
c). Gaya hidup
kebiasan merokok, minum minuman berakohol, sering bergadang (Brunner & Suddarth, 2002).
8). Data spiritual
Keterbatasan melakukan kegiatan spiritual (Brunner & Suddarth, 2002).

b. Pemeriksaan fisik
1). Keadaan umum lemah
2). Kesadaran composmentis sampai koma, tergantung tingkat efek pembedahan dan anestesi.
3). Tanda-tanda vital meningkat disebabkan adanya infeksi.
4). Kepala, leher, axilla : ekspresi wajah meringis, takut.
5). Hidung : pernafasan cuping hidung
6). Dada : berpengaruh apabila tingkatan infeksi tinggi akan mempengaruhi pernafasan cepat sampai
retraksi.
7). Ekstremitas : ekstremitas berkeringat
(Brunner & Suddarth, 2002)

2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah suatu pernyataan yangmenjelaskan respon manusia dari individu atau kelompok dimana perawat secara akontailitas dapat mengidentifikasi dan memberikan informasi secara pasti untuk menajga status kesehatan, menurunkan, membatasi, mencegah dan merubah, dikutip dari Carpenito, 2000 (Nursalam, 2001, hal 35).
NANDA menyatakan bahwa diagnosa keperawatan adalah keputusan klinik tentang respon individu, keluarga dan masyarakan tentang masalah kesehatan aktual atau potensial sebagai dasar seleksi intervensi keperawatan untuk mencapai tujuan asuhan keperawatan sesuai dengan kewenangan
perawat. (Nursalam, 2001, hal 35).
Adapun tujuan membuat diagnosa keperawatan adalah mengidentifikas :
a. Masalah dimana ada respon klien terhadap status kesehatan atau penyakit.
b. Faktor-faktor yang menunjang atau menyebabkan suatu masalah (etiologi).
c. Kemampuan klien untuk mencegah atau menyelesaikan masalah (Nursalam, 2001).
Berdasarkan teori diagnosa keperawatan yang mungkin timbul pada klien dengan pre dan post operatif
Basalioma menurut Doenges, et al (2000), adalah sebagai berikut :
1) Diagnosa keperawatan pre-operatif
a) Ansietas berhubungan dengan perubahan pada status kesehatan.
b) Gangguan citra tubuh berhubungan dengan kecacatan.
c) Kurang pengetahuan tentang kondisi dan prognosis berhubungan dengan kurang informasi.

2) Diagnosa keperawatan post-operatif
a) Bersihan jalan napas berhubungan dengan peningkatan ekspansi paru, energi menurun/kelemahan,
nyeri.
b) Kekurangan cairan berhbungan dengan hilangnya cairan tubuh.
c) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual/muntah dan kurang nafsu
makan.
d) Nyeri akut berhubungan dengan eksisi pembedahan.
e) Kerusakan integritas kulit/jaringan berhubungan dengan eksisi pembedahan.
f) Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan luka post operasi.

3. Perencanaan Keperawatan
Setelah merumuskan diagnosa keperawatan langkah berikutnya adalah menetapkan perencanaan keperawatan. Perencanaan meliputi pengembangan strategi desain untuk mencegah, mengoreksi atau mengurangi masalah yang diidentifikasi pada diagnosa keperawatan. Tatahp ini dimulai setelah menentukan diagnosa keperawatan dan penyimpulan rencana dokumentasi.
Bebrapa komponen yang perlu diperhatikan untuk mengevaluasi rencana tindakan keperawatan meliputi menentukan prioritas, menentukan kriteria hasil, menentukan rencana tindakan dan dokumen (Nursalam, 2001, hal 52). Terdapat 3 (tiga) tindakan dalam tahap perencanaan tindakan yaitu rencana tindakan perawat, rencana tindakan pelimpahan (delegasi) dan program atau perintah medis yang ditujukan pada klien dalam pelaksanaannya dibantu oleh perawat (Nursalam, 2001).
Penetapan priorits masalah keperawatan untuk memenuhi kebutuhan pasien didasarkan kepada hirarki kebutuhan dasar manusia. Ada dua contoh hirarki yang bisa digunakan, yaitu :

a. Hirarki ”Maslow”
Maslow (1967) menjelaskan kebutuhan manusia dibagi dalam lima tahap : fisiologis, rasa aman dan nyaman, sosial, harga diri dan aktualisai diri. Maslow mengatakan pasien memerlukan suatu tahapan kebutuhan,jika pasien menghendaki suatu tindakan yang memuaskan (Nursalam, 2001, hal 54).
B. Hirarki ”Kalish”Kalish (1983) lebih menjelaskan kebutuhan Maslow lebih mendalam dengan membafikebutuhan fisiologis menjadi kebutuhan untuk bertahan hidup dan stimulasi (Nursalam 2001,ha52) setelah penyusunan prioritas perencanaan diatas maka langkah selanjutnya adalah
penyusunan rencana tindakan. Adapun rencana tindakan dari diagnosa keperawatan yang muncul pada klien dengan pre dan post operatif Basalioma (Doenges, 2000) adalah sebagai berikut :
1) Rencana keperawatan pre-operatif
a)    Ansietas berhubungan dengan perubahan pada status kesehatan.
Tujuan : klien dan keluarga tidak cemas lagi.
Kriteria evaluasi :rasa takut dan cemas berkurang sampai hilang
Intervensi :
(1)    Kaji status mental termasuk ketakutan pada kejadian isi pikir.
Rasional :pada awal pasien dapat menyangkal dan represi untuk menurunkan dan menyaring informasi keseluruhan.(Doenges, 2000).
(2)    Jelaskan informasi tentang prosedur perawatan.
:pengetahuan apa yang diharapkan menurunkan
(3)    Bantu kelurga untuk mengekspresikan rasa cemas dan takut
Rasional :keluarga mungkin bermasalah dengan kondisi pasien atau merasa bersalah.(Doenges, 2000).
b)    Gangguan citra tubuh berhubungan dengan kecacatan.
Tujuan :klien bisa menerima keadaannya.
Kriteria evaluasi :perasaan negatif tentang diri sendiri tidak terjadi.
Intervensi :
(1)    kaji perubahan/kehilangan pada pasien.
Rasional :episode traumatik membuat perasaan kehilangan aktual yang dirasakan.(Doenges, 2000).
(2)    bersikap positif selama pengobatan.
Rasional :meningkatkan hubungan kepercayaan antara pasien dengan perawat.(Doenges, 2000).
(3)    Berikan kelompok pendukung untuk orang terdekat.
Rasional :meningkatkan perasaan dan memungkinkan respons yang lebih membantu pasien.(Doenges, 2000).
c)Kurang pengetahuan tentang kondisi dan prognosis penyakit Berhubungan dengan kurang informasi.
Tujuan :klien dan keluarga mengerti tentang penyakitnya.
Kriteria evaluasi :menyatakan pemahaman proses penyakit dan kebutuhan pengobatan
Intevensi :
(1)    Kaji kemampuan klien untuk belajar.
Rasional : belajar tergantung pada emosi dan kesiapan fisik dan ditingkatkan pada tahapan individu.(Doenges,2000).
(2)    Diskusikan harapan klien untuk sembuh.
Rasional :klien seringkali mengalami kesulitan dan memutuskan unuk pulang.(Doenges,2000).
(3)    Berikan pendidikan kesehatan mengenai penyakit Basalioma.
Rasional :untuk mendeteksi syarat indikatif kepatuhan dan membantu mengembangkan penerimaan rencana terapeutik.(Doenges,2000).
2) Rencana keperawatan post-operatif
a) Nyeri akut berhubungan dengan eksisi pembedahan.
Tujuan : nyeri berkurang sampai hilang.
Kriteria evaluasi :Klien akan melaporkan penurunan rasa nyeri dan peningkatan aktivitas setiap hari. Luka eksisi bedah sembuh setelah post operasi tanpa komplikasi.
Intervensi :
(1)    Observasi skala nyeri, lama intensitas nyeri.
Rasional :Membantu dalam mengidentifikasi derajat nyeri kebutuhan untuk analgesik (Doenges, 1999).
(2)    Berikan posisi yang nyaman tidak memperberat nyeri.
Rasional:Mengurangi tekanan pada insisi, meningkatkan relaksasi dalam istirahat (Doenges, 1999).
(3)    Beri obat analgesik (diazepam, paracetamol) sesuai terapi medik.
Rasional:Membantu mengurangi nyeri untuk meningkatkan kerjasama dengan aturan terapeutik (Brunner and Suddarth, 2001).
b) Kerusakan integritas kulit/jaringan berhubungan dengan eksisi pembedahan.
Tujuan : meningkatkan penyembuhan luka tepat waktu dan bebas tanda infeksi.
Kriteria evaluasi : luka bersih tidak tanda-tanda infeksi
Intevensi :
(1)    Observasi luka, catat karakteristik drainase.
Rasional:Perdarahan pasca operasi paling sering terjadi selama 48 jam pertama, dimana infeksi dapat terjadi kapan saja. Tergantung pada tipe penutupan luka (misal penyembuhan pertama atau kedua), penyembuhan sempurna memerlukan waktu 6-8 bulan (Doenges, 1999).
(2)    Ganti balutan sesuai kebutuhan, gunakan tehnik steril.
Rasional:Sejumlah besar cairan pada balutan luka operasi , menuntut pergantian dengan sering menurunkan iritasi kulit dan potensial infeksi (Doenges, 1999).
(3)    Bersihkan luka sesuai indikasi, gunakan cairan isotonic Normal Saline 0,9 % atau
larutan antibiotik.
Rasional:Diberikan untuk mengobati inflamasi atau infeksi post operasi atau kontaminasi interpersonal (Doenges, 1999).
c)    Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan trauma jaringan eksisi pembedahan.
Tujuan : meningkatkan waktu penyembuhan dengan tepat, bebas dari infeksi serta tidak ada
tanda demam.
Kriteria evaluasi : pertahankan lingkungan aseptik
Intervensi :
(1) Perhatikan kemerahan disekitar luka operasi.
Rasional:Kemerahan paling umum disebabkan masuknya infeksi ke dalam tubuh di area insisi (Doenges, 1999).
(2) Ganti balutan sesuai indikasi.
Rasional:
Balutan basah bertindak sebagai sumbu untuk media untuk pertumbuhan bakterial.
(3) Awasi tanda-tanda vital.
Rasional:
Peningkatan suhu menunjukkan komplikasi insisi (Doenges, 1999).

4. Implementasi
Implementasi adalah inisiatif dari intervensi untuk mencapai tujuan yang spesifik. Tahap implementasi dimulai setelah intervensi tersusun dan ditujukan pada nursing orders untuk membantu klien mencapai tujuan yang diharapkan.
Tahap ini merupakan tahap keempat dari proses keperawatan. Oleh karena itu, pelaksanaannya dimulai setelah intervensi dirumuskan dan mengacu pada intervensi sesuai dengan skala : sangat urgen, urgen, dan tidak urgen (Nursalam, 1996).
Menurut Nursalam (2001) ada beberapa tahap dalam tindakan keperawatan, yaitu :
a. Tahap persiapan yang menuntut perawat mempersiapkan segala sesuatu yang diperlukan dalam tindakan.
b. Tahap intervensi adalah kegiatan implementasi dari intervensi yang meliputi kegiatan independen (mandiri), dependen (implementasi dari tindakan medis) dan interdependen (kerjasama dengan tim kesehatan lain).
c. Tahap dokumentasi adalah pencatatan yang lengkap dan akurat terhadap suatu kegiatan proses keperawatan.



5. Evaluasi
Tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yang menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana keperawatan dan pelaksanaan sudah berhasil dicapai (Nursalam, 2001).
Evaluasi terdiri dari dua yaitu evaluasi formatif dan evaluasi sumatif :
a. Evaluasi formatif disebut juga proses evaluasi jangka pendek atau evaluasi berjalan dimana evaluasi dilakukan secepatnya setelah tindakan keperawatan dilakukan sampai tujuan tercapai.
b. Evaluasi sumatif biasa disebut evaluasi hasil, evaluasi akhir dan evaluasi jangka panjang. Evaluasi ini dilakukan diakhir tindakan keperawatan dilaksanakan. Dan menjadi suatu metode dalam memonitor kualitas dan efisien, tindakan yang diberikan. Bentuk evaluasi ini lazimnya menggunakan format ”SOAP”.
Tujuan evaluasi adalah untuk mendapatkan umpan balik dalam rencana keperawatan, nilai serta meningkatkan mutu asuhan keperawatan melalui hasil perbandingan dan standar yang telah ditentukan sebelumnya.
Ada empat kemungkinan yang dapat terjadi dalam tahap evaluasi ini yaitu : masalah teratasi seluruhnya, masalah teratasi sebagian, masalah belum teratasi dan masalah baru.
6. Perencanaan Pulang
Menurut Doenges (2000) hal-hal yang direncanakan seelum pemulangan adalah sebagai berikut:
a. Memenuhi kebutuhan istirahat cukup dan mematuhi terapi pengobatan dirumah.
b. Meningkatkan status nutrisi yang adekuat.
c. Mentaati aturan terapi pengobatan dan selalu kontrol ulang

PSORIASIS

ASUHAN  KEPERAWATAN PSORIASIS

Defenisi
Psoriasis ialah penyakit yang penyebabnya autoimun, bersifat kronik dan residif, ditandai dengan adanya bercak-bercak eritema berbatas tegas dengan skuama yang kasar, berlapis-lapis dan transparan; disertai fenomena tetesan lilin, Auspitz, dan Kobner. Psoriasis juga disebut psoriasis vulgaris berarti psoriasis yang biasa, karena ada psoriasis lain, misalnya psoriasis pustulosa.

Anatomi fisiologis
Pembagian kulit secara garis besar :
a.    Epidermis
Lapisan kulit terluar. Sel-sel epidermis terus menerus mengalami mitosis dan diganti dengan yang baru sekitar 30 hari. Epidermis mengandung reseptor-resepror sensorik untuk sentuhan, suhu, getaran dan nyeri. Lapisan epidermis terdiri dari: stratum korneum, stratum lusidum, stratum granulosum, stratum spinosum dan stratum basale.
b.    Dermis
Dermis terletak tepat di bawah epidermis. Jaringan ini dianggap jaringan ikat longgar dan terdiri dari sel-sel fibroblas yang mengeluarkan protein kolagen dan elastin. Lapisan dermis terdiri dari pars papelare dan pars retikulare.
c.    Lapisan Subkutis
Lapisan subkutis di bawah dermis. Lapisan ini terdiri dari lemak dan jaringan ikat dan berfungsi sebagai peredam kejut dan insulamtor panas. Lapisan subkutis adalah tempat penyimpanan kalori
Faal kulit:
a. Fungsi proteksi
b. Fungsi absorpsi
c. Fungsi ekskresi
d. Fungsi persepsi
e. Fungsi pengaturan suhu tubuh
f. Fungsi pembentukan pigmen
g. Fungsi keratinisasi
h. Fungsi pembentukan vit. D

Etiologi
Etiologi belum diketahui, yang jelas ialah waktu pulih (turn over time) epidermis dipercepat menjadi 3-4 hari, sedangkan pada kulit normal lamanya 27 hari.Berbagai penyelidikan yang lebih mendalam untuk mengetahui penyebabnya yang pasti masih banyak dilakukan. Beberapa faktor penting yang disangka menjadi penyebab timbulnya Psoriasis adalah :
a. Genetik
b. Imunologik
c. Stres Psikik
d. Infeksi fokal. Umumnya infeksi disebabkan oleh Kuman Streptococcus
e. Faktor Endokrin. Puncak insidens pada waktu pubertas dan menopause, pada waktu kehamilan membaik tapi menjadi lebih buruk pada masa pascapartus.
f. Gangguan Metabolik, contohnya hipokalsemia dan dialisis.
g. Obat-obatan misalnya beta-adrenergic blocking agents, litium, antimalaria, dan penghentian mendadak korikosteroid sistemik.
h. Alkohol dan merokok.

Patofisiologi
Psoriasis merupakan penyakit kronik yang dapat terjadi pada setiap usia. Perjalanan alamiah penyakit ini sangat berfluktuasi. Pada psoriasis ditunjukan adanya penebalan epidermis dan stratum korneum dan pelebaran pembuluh-pembuluh darah dermis bagian atas. Jumlah sel-sel basal yang bermitosis jelas meningkat. Sel-sel yang membelah dengan cepat itu bergerak dengan cepat ke bagian permukaan epidermis yang menebal. Proliferasi dan migrasi sel-sel epidermis yang cepat ini menyebabkan epidermis menjadi tebal dan diliputi keratin yang tebal ( sisik yang berwarna seperti perak ). Peningkatan kecepatan mitosis sel-sel epidermis ini agaknya antara lain disebabkan oleh kadar nukleotida siklik yang abnormal , terutama adenosin monofosfat(AMP)siklik dan guanosin monofosfat (GMP) siklik. Prostaglandin dan poliamin juga abnormal pada penyakit ini. Peranan setiap kelainan tersebut dalam mempengaruhi plak psoriatik belum dapat dimengerti secara jelas.

Gejala Klinis
Penderita biasanya mengeluh adanya gatal ringan pada tempat-tempat predileksi, yakni pada kulit kepala, perbatasan daerah tersebut dengan muka, ekstremitas bagian ekstensor terutama siku serta lutut, dan daerah lumbosakral.
Kelainan kulit terdiri atas bercak-bercak eritema yang meninggi (plak) dengan skuama diatasnya. Eritema berbatas tegas dan merata. Skuama berlapis-lapis, kasar, dan berwarna putih seperti mika, serta transparan.
Pada psoriasis terdapat fenomena tetesan lilin, Auspitz dan Kobner. Fenomena tetesan lilin ialah skuama yang berubah warnanya menjadi putih pada goresan, seperti lilin digores. Pada fenomena Auspitz serum atau darah berbintik-bintik yang disebabkan karena papilomatosis. Trauma pada kulit , misalnya garukan , dapat menyebabkan kelainan yang sama dengan kelainan psoriasis dan disebut kobner.
Psoriasis juga dapat menyebabkan kelainan kuku yang agak khas yang disebut pitting nail atau nail pit berupa lekukan-lekukan miliar.
Bentuk Klinis :
1. Psoriasis Vulgaris
2. Psoriasis Gutata
3. Psoriasis Inversa ( Psoriasis Fleksural)
4. Psoriasis Eksudativa
5. Psoriasis Seboroik (Seboriasis)
6. Psoriasis Pustulosa ( Pustulosa Palmoplantar & Pustulosa Generalisata Akut)
7. Eritroderma Psoriatik

Diagnosis
Jika gambaran klinisnya khas, tidaklah sukar membuat diagnosis. Kalau tidak khas, maka harus dibedakan dengan beberapa penyakit lain yang tergolong dermatitis eritroskuamosa. Pada diagnosis banding hendaknya perlu diingat , bahwa pada psoriasis terdapat tanda-tanda yang khas, yakni skuama kasar, transparan serta berlapis-lapis , fenomena tetesan lilin,dan fenomena auspitz serta kobner.
Diagnostik banding :
a. Dermatofitosis dengan keluhan gatal sekali dan ditemukan ada jamur.
b. Sifilis Psoriasiformis (sifilis stadium II)
c. Dermatitis seboroik.

Penatalaksanaan Medik
Sampai saat ini belum ditemukan pengobatan yang spesifik karena penyebabnya belum jelas dan banyak faktor yang berpengaruh. Psoriasis sebaiknya diobati secara topikal. Jika hasilnya tidak memuaskan, baru dipertimbangkan pengobatan sistemik karena efek samping pengobatan sistemik lebih banyak.
Pengobatan Sistemik
1. Kortikosteroid ( Prednison )
2. Obat sitostatik ( Metroteksat )
3. Levodopa
4. DDS(diaminodifenilsulfon)
5. Etretinat dan Asitretein
6. Siklosporin
Pengobatan Topikal
1. Preparat Ter ( fosil, kayu, batubara )
2. Kortikosteroid ( senyawa fluor )
3. Ditranol ( antralin )
4. Pengobatan dengan peyinaran
5. Calcipotrio
KONSEP DASAR KEPERAWATAN
1. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian 11 Pola Gordon:
a. Pola Persepsi Kesehatan
- Adanya riwayat infeksi sebelumya.
- Pengobatan sebelumnya tidak berhasil.
- Riwayat mengonsumsi obat-obatan tertentu, mis., vitamin; jamu.
- Adakah konsultasi rutin ke Dokter.
- Hygiene personal yang kurang.
- Lingkungan yang kurang sehat, tinggal berdesak-desakan.
b. Pola Nutrisi Metabolik
- Pola makan sehari-hari: jumlah makanan, waktu makan, berapa kali sehari makan.
- Kebiasaan mengonsumsi makanan tertentu: berminyak, pedas.
- Jenis makanan yang disukai.
- Napsu makan menurun.
- Muntah-muntah.
- Penurunan berat badan.
- Turgor kulit buruk, kering, bersisik, pecah-pecah, benjolan.
- Perubahan warna kulit, terdapat bercak-bercak, gatal-gatal, rasa terbakar atau perih.
c. Pola Eliminasi
- Sering berkeringat.
- Tanyakan pola berkemih dan bowel.
d. Pola Aktivitas dan Latihan
- Pemenuhan sehari-hari terganggu.
- Kelemahan umum, malaise.
- Toleransi terhadap aktivitas rendah.
- Mudah berkeringat saat melakukan aktivitas ringan.
- Perubahan pola napas saat melakukan aktivitas.
e. Pola Tidur dan Istirahat
- Kesulitan tidur pada malam hari karena stres.
- Mimpi buruk.
f. Pola Persepsi Kognitif
- Perubahan dalam konsentrasi dan daya ingat.
- Pengetahuan akan penyakitnya.
g. Pola Persepsi dan Konsep Diri
- Perasaan tidak percaya diri atau minder.
- Perasaan terisolasi.
h. Pola Hubungan dengan Sesama
- Hidup sendiri atau berkeluarga
- Frekuensi interaksi berkurang
- Perubahan kapasitas fisik untuk melaksanakan peran
i. Pola Reproduksi Seksualitas
- Gangguan pemenuhan kebutuhan biologis dengan pasangan.
- Penggunaan obat KB mempengaruhi hormon.
j. Pola Mekanisme Koping dan Toleransi Terhadap Stress
- Emosi tidak stabil
- Ansietas, takut akan penyakitnya
- Disorientasi, gelisah
k. Pola Sistem Kepercayaan
- Perubahan dalam diri klien dalam melakukan ibadah
- Agama yang dianut

2. Diagnosa dan Rencana Keperawatan
DP1 Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan inflamasi antara dermal-epidermal sekunder
akibat psoriasis
Tujuan : Kerusakan integritas kulit dapat teratasi dalam 3 x 24 jam.
Kriteria Hasil :
1. Area terbebas dari infeksi lanjut.
2. Kulit bersih, kering, dan lembab
Intervensi :
1.    Kaji keadaan kulit
R/ : Mengetahui dan mengidetifikasi kerusakan kulit untuk melakukan intervensi yang
tepat.
2.    Kaji keadaan umum dan observasi TTV.
R/ : Mengetahui perubahan status kesehatan pasien.
3.    Kaji perubahan warna kulit.
R/ : Megetahui keefektifan sirkulasi dan mengidentifikasi terjadinya komplikasi.
4.    Pertahankan agar daerah yang terinfeksi tetap bersih dan kering.
R/ : Membantu mempercepat proses penyembuhan.
5.    Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat-obatan.
R/ : Untuk mempercepat penyembuhan.

DP2 Ketakutan berhubungan dengan perubahan penampilan
Tujuan : Ketakutan teratasi setelah 3 x 24 jam.
Kriteria Hasil :
1. Klien menyatakan peningkatan kenyamanan psikologis dan fisiologis.
2. Dapat menjelaskan pola koping yang efektif dan tidak efektif.
3. Mengidentifikasi respons kopingnya sendiri.
Intervensi :
1.    Kaji ulang perubahan biologis dan fisiologis.
R/ : Reaksi fisik kronis terhadap stresor-stresor menunjukkan adanya penyakit kronis dan
ketahanan rendah.
2.    Gunakan sentuhan sebagai toleransi.
R/ : Kadang-kadang dengan memegang secara hangat akan menolongnya mempertahankan kontrol.
3.    Dukung jenis koping yang disukai ketika mekanisme adaftif digunakan.
R/ : Marah merupakan respon yang adaptif yang menyertai rasa takut.
4.    Anjurkan untuk mengekspresikan perasaannya.
R/ : Dapat mengurangi stres pada pasien.
5.    Anjurkan untuk menggunakan mekanisme koping yang normal
R/ : Ketepatan dalam menggunakan koping merupakan salah satu cara mengurangi ketakutan.
6.    Anjurkan klien untuk mencari stresor dan menghadapi rasa takutnya.
R/ : Kesadaran akan faktor penyebabkan ketakutan akan memperkuat kontrol dan mencegah perasaan takut yang makin memuncak.

DP3 : Ansietas yang berhubungan dengan perubahan status kesehatan sekunder akibat penyakit psoriasis
Tujuan : Ansietas dapat diminimalkan sampai dengan diatasi setelah 3 x 24 jam
Kriteria Hasil :
1. Pasien tampak rileks
2. Pasien mendemonstrasikan/menunjukan kemampuan mengatasi masalah dan menggunakan sumber-sumber secara efektif
3. Tanda-tanda vital normal
4. Pasien melaporkan ansietas berkurang sampai tingkat dapat diatasi
Intervensi :
1.    Kaji tingkat ansietas dan diskusikan penyebab bila mungkin
R/ : Identifikasi masalah spesifik akan meningkatkan kemampuan individu untuk menghadapinya dengan lebih realistis
2.    Kaji ulang keadaan umum pasien dan TTV
R/ : Sebagai indikator awal dalam menentukan intervensi berikutnya
3.    Berikan waktu pasien untuk mengungkapkan masalahnya dan dorongan ekspresi yang
bebas, misalnya rasa marah, takut, ragu
R/ : Agar pasien merasa diterima
4.    Jelaskan semua prosedur dan pengobatan
R/ : Ketidaktahuan dan kurangnya pemahaman dapat menyebabkan timbulnya ansietas
5.    Diskusikan perilaku koping alternatif dan tehnik pemecahan masalah
R/ : Mengurangi kecemasan pasien

DP4 Gangguan konsep diri berhubungan dengan krisis kepercayaan diri
Tujuan : Gangguan konsep diri teratasi dalam 3 x 24 jam
Kriteria Hasil :
1. Dapat berinteraksi seperti biasa.
2. Rasa percaya diri timbul kembali.
Intervensi :
1.    Kaji perubahan perilaku pasien seperti menutup diri, malu berhadapan dengan orang lain.
R/ : Mengetahui tingkat ketidakpercayaan diri pasien dalam menentukan intervensi selanjutnya.
2.    Bersikap realistis dan positif selama pengobatan, pada penyuluhan pasien.
R/ : Meningkatkan kepercayaan dan mengadakan hubungan antara perawat-pasien.
3.    Beri harapan dalam parameter situasi individu.
R/ : Meningkatkan perilaku positif
4.    Berikan penguatan positif terhadap kemajuan.
R/ : Kata-kata penguatan dapat mendukung terjadinya perilaku koping positif.
5.    Dorong interaksi keluarga.
R/ : Mempertahankan garis komunikasi dan memberikan dukungan terus-menerus pada pasien.

DP5 Kurang pengetahuan berhubungan dengan tidak mengenal sumber informasi.
Tujuan : Pengetahuan pasien bertambah
Kriteria Hasil :
1. Pasien menunjukkan pemahaman akan penyakitnya.
2. Pasien menunjukkan perubahan perilaku ke arah yang lebih baik.
Intervensi :
1.    Kaji ulang pengobatan.
R/ : Pengulangan memungkinkan kesempatan untuk bertanya dan meyakinkan pemahaman yang akurat.
2.    Ajar tanda dan gejala serta kemungkinan yang dapat menimbulkan inflamasi.
R/ : Agar pasien memahami dan mencegah faktor resiko inflamasi serta dapat mengantisipasi secara dini kelanjutan keadaan tersebut.
3.    Diskusikan jadwal pengobatan.
R/ : Agar pasien dapat menentukan waktu yang tepat untuk terapi sehingga memahami fungsi terapi yang diikuti.
4.    Diskusikan tentang peningkatan jadwal kunjungan ke Dokter.
R/ : Agar pasien lebih mengerti akan kondisinya

FILARIASIS

ASUHAN KEPERAWATAN FILARIASIS

Pengertian
Filariasis disebut juga penyakit kaki gajah.

Etiologi
Filariasis disebabkan oleh infestasi satu atau lebih cacing jenis filaria, yaitu Wuchereria bancrofti, Brugia malayi dan Brugia timori.
1.    Wuchereria bancrofti
Parasit ini ditularkan oleh nyamuk Culex quinquefasciatus di daerah perkotaan dan nyamuk Anopheles serta nyamuk Aedes sebagai vector di daerah pedesaan.
2.    Brugia malayi dan Brugia timori
Brugia malayi yang hidup pada manusia ditularkan oleh nyamuk Anopheles barbirostris. Brugia malayi yang hidup pada manusia dan hewan ditularkan oleh nyamuk mansonis. Brugia timori ditularkan oleh nyamuk Anopheles barbirostris.

Manifestasi Klinis
1.    Wuchereria bancrofti
Perjalanan penyakit filaria limfatik dapat dibagi dalam 3 stadium, yaitu : stadium tanpa gejala, stadium akut yang ditandai dengan peradangan pada saluran dan kelenjar limfe berupa limfadenitis, limfangitis retrograde, khusus pria dapat ditemukan funikulitis, epididimitis, orkitis dan stadium menahun yang ditandai dengan gejala yang sering dijumpai yaitu hidrokel, limfedema, dan elevantiasis.
2.    Brugia malayi dan Brugia timori
Keduanya menampakan gejala klinis yang sama. Stadium akut ditandai dengan demam, peradangan saluran dan kelenjar limfe yang berulang, limfangitis retrograd, tetapi tidak pernah mengenai system limfe alat kelamin.

Cara Pencegahan
Pencegahan agar terhindar / tertular dari infeksi penyakit gajah (filariasis) antara lain adalah:
 Berusaha menghindarkan diri dari gigitan nyamuk vector (mengurangi kontak dengan vector), misalnya dengan:
1. Menutup ventilasi rumah dengan kasa nyamuk / kawat nyamuk.
2. Menggunakan obat nyamuk semprot / obat nyamuk bakar.
3. Mengoles kulit dengan obat anti nyamuk.
4. Menggunakan kelambu bula sewaktu akan tidur.
Dengan cara memberantas nyamuk, misalnya dengan:
1. Membersihkan tanaman air pada rawa-rawa yang merupakan tempat perindukan nyamuk.
2. Menimbun.
3. Mengeringkan / mengalirkan genangan air sebagai tempat perindukan nyamuk
4. Membersihkan semak-semak, got disekitar rumah.
5. Mempelihara ikan pemakan nyamuk didalam kolam / bak mandi.

 Penatalakasanaan Medis
Secara massal dilakukan didaerah endemis dengan menggunakan obat Diethyl Carbamazime Citrate (DEC) dikombinasikan dengan Albenzol sekali setahun selama 5/10 tahun, untuk mencegah reaksi samping seperti demam, diberikan paracetamol ; dosis obat untuk sekali minum adalah, DEC 6 mg/kg/BB, Albenzol 400 mg albenzol ( 1 tablet ) ; pengobatan massal dihentikan apabila Mf rate sudah mencapai <1 % ; secara individual/selektif ; dilakukan pada kasus klinis, baik stadium dini maupun stadium lanjut, jenis dan obat tergantung dari keadaan kasus.
Dari dulu sampai sekarang DEC merupakan pilihan obat yang murah dan efektif jika belum bersifat kronis. Selain DEC, terdapat pula Ivermectin yang sampai sekarang harganya semakin murah. Diethilcarbamazyne (DEC, 6mg/kgBB/hari untuk 12 hari) bersifat makro dan mikrofilarisidal, merupakan pilihan yang tepat untuk individu dengan filariasis limfe aktif (mikrofilaremia, antigen fositif, atau deteksi USG positif cacing dewasa). Meskipun albendazole (400 mg dua kali sehari selama 21 hari) juga mampu menunjukkan efikasi yang baik.
Pada kasus yang masih bersifat subklinis (hematuria, proteinuria, serta abnormalitas limfosintigrafi) sebaiknya diberikan antibiotik profilaksis dengan terapi suportif misalnya dengan antipiretik dan analgesik. Sedangkan jika sedah mikrofilaremia negatif, yakni ketika manifestasi cacing dewasa sudah terlihat, barulah DEC menjadi acuan obat utama.
Pasien dengan limfedema positif pada ekstremitas patut mendapatkan fisioterapi khusus untuk limfedema atau dekongestif. Pasien mesti dididik untuk hidup bersih dan menjaga agar daerah yang membengkak tidak mengalami infeksi sekunder. Sementara itu hidrokel bisa dialirkan secara berulang atau dengan insisi pembedahan. Jika dilakukan dengan baik ditambah DEC yang teratur, sebenarnya gejala pembengkakan ini bisa dikurangi hingga menjadi sangat minim.
Penggunaan DEC selama 12 tahun dengan dosis 6 mg/kgBB (total dosis 72 mg) merupakan patokan standar yang telah dilaksanakan di negara-negara dengan filariasis. Sebenarnya dengan dosis tunggal 6mg/kgBB selama sehari juga sudah mampu membunuh parasit yang ada ditubuh. Penggunaan selama 12 hari merupakan sarana supresi mikrofilaremia secara cepat. Namun biasanya penggunaan DEC dosis tunggal dikombinasikan dengan albenidazole atau ivermectin dengan hasil mikrofilarisidal yang efektif.
Efek samping dari DEC ialah demam, menggigil, artralgia, sakit kepala, mual, hingga muntah. Keberhasilan pengobatan ini sangat tergantung dari jumlah parasit yang beredar didalam darah serta sering menimbulkan gejala hipersensitivitas akibat antigen yang dilepaskan dari debris sel-sel parasit yang sudah mati. Reaksi hipersensitivitas juga bisa terjadi akibat inflamasi dari lipoprotein lipolisakarida dari organisme intraseluler Wolbachia, seperti yang disebutkan diatas. Selain DEC, ivermectin juga memiliki efek samping yang serupa dengan gejala ini.
Yang penting selain pengobatan klinis filariasis ialah edukasi dan promosi pada masyarakat sekitar untuk memberantas nyamuk dengan gerakan 3M, sama seperti pemberantasan demam berdarah. Selain itu beberapa tempat perlu juga dilakukan pemberian DEC profilaksis yang ditambahkan ke dalam garam dapur khusus untuk masyarakat didaerah tersebut. Namun yang belakangan tidak terlalu popular di Indonesia.

ASUHAN KEPERAWATAN
 Pengakajian
 Riwayat kesehatan
Jenis infeksi sering memberikan petunjuk pertama karena sifat kelainan imun. Cacing filariasis menginfeksi manusia melalui gigitan nyamuk infektif yang mengandung larva stadium III. Gejala yang timbul berupa demam berulang-ulang 3-5 hari, demam ini dapat hilang pada saat istirahat dan muncul lagi setelah bekerja berat.

 Pemeriksaan fisik (Objektif) dan Keluhan (Sujektif)
- Aktifitas / Istirahat
Gejala : Mudah lelah, intoleransi aktivitas, perubahan pola tidur.
Tanda : Kelemahan otot, menurunnya massa otot, respon fisiologi aktivitas ( Perubahan TD, frekuensi jantung).
- Sirkulasi
Tanda : Perubahan TD, menurunnya volume nadi perifer, perpanjangan pengisian kapiler.
- Integritas dan Ego
Gejala : Stress berhubungan dengan perubahan fisik, mengkuatirkan penampilan, putus asa, dan sebagainya.
Tanda : Mengingkari, cemas, depresi, takut, menarik diri, marah.
- Integumen
Tanda : Kering, gatal, lesi, bernanah, bengkak, turgor jelek.
- Makanan / Cairan
Gejala : Anoreksia, permeabilitas cairan.
Tanda : Turgor kulit buruk, edema.
- Hygiene
Gejala : Tidak dapat menyelesaikan AKS
Tanda : Penampilan tidak rapi, kurang perawatan diri.
- Neurosensoris
Gejala : Pusing, perubahan status mental, kerusakan status indera peraba, kelemahan otot.
Tanda : Ansietas, refleks tidak normal.
- Nyeri / Kenyamanan
Gejala : Nyeri umum / local, rasa terbakar, sakit kepala.
Tanda : Bengkak, penurunan rentang gerak.
- Keamanan
Gejala : Riwayat jatuh, panas dan perih, luka, penyakit defisiensi imun, demam berulang, berkeringat malam.
Tanda : Perubahan integritas kulit, pelebaran kelenjar limfe.
- Seksualitas
Gejala : Menurunnya libido
Tanda : Pembengkakan daerah skrotalis
- Interaksi Sosial
Gejala : Masalah yang ditimbulkan oleh diagnosis, isolasi, kesepian.
Tanda : Perubahan interaksi, harga diri rendah, menarik diri.

 Pemeriksaan diagnostik
Menggunakan sediaan darah malam, diagnosis praktis juga dapat menggunakan ELISA dan rapid test dengan teknik imunokromatografik assay. Jika pasien sudah terdeteksi kuat telah mengalami filariasis limfatik, penggunaan USG Doppler diperlukan untuk mendeteksi pengerakan cacing dewasa di tali sperma pria atau kelenjer mammae wanita.

Diagnosa keperawatan
1. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan peradangan pada kelenjar getah bening
2. Nyeri berhubungan dengan pembengkakan kelenjar limfe
3. Harga diri rendah berhubungan dengan perubahan fisik
4. Mobilitas fisik terganggu berhubungan dengan pembengkakan pada anggota tubuh
5. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan bakteri, defisit imun, lesi pada kulit

Intervensi keperawatan
1.    Diagnosa Keperawatan : Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan peradangan pada kelenjar getah bening
Hasil yang diharapkan : Suhu tubuh pasien dalam batas normal.
Intervensi Rasional
1. Berikan kompres pada daerah frontalis dan axial
2. Monitor vital sign, terutama suhu tubuh
3. Pantau suhu lingkungan dan modifikasi lingkungan sesuai kebutuhan, misalnya sediakan selimut yang tipis
4. Anjurkan kien untuk banyak minum air putih
5. Anjurkan klien memakai pakaian tipis dan menyerap keringat jika panas tinggi
6. Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian terapi pengobatan (anti piretik).
Rasionalisai :
1. Mempengaruhi pusat pengaturan suhu di hipotalamus, mengurangi panas tubuh yang mengakibatkan darah vasokonstriksi sehingga pengeluaran panas secara konduksi
2. Untuk mengetahui kemungkinan perubahan tanda-tanda vital
3. Dapat membantu dalam mempertahankan / menstabilkan suhu tubuh pasien.
4. Diharapkan keseimbangan cairan tubuh dapat terpenuhi
5. Dengan pakaian tipis dan menyerap keringat maka akan mengurangi penguapan
6. Diharapkan dapat menurunkan panas dan mengurangi infeksi

2. Diagnosa Keperawatan : Nyeri berhubungan dengan pembengkakan kelenjar limfe
Hasil yang diharapkan : Nyeri hilang
Intervensi :
1. Berikan tindakan kenyamanan (pijatan / atur posisi), ajarkan teknik relaksasi.
2. Observasi nyeri (kualitas, intensitas, durasi dan frekuensi nyeri).
3. Anjurkan pasien untuk melaporkan dengan segera apabila ada nyeri.
4. Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian terapi pengobatan (obat anelgetik).
Rasional :
1. Meningkatkan relaksasi, memfokuskan kembali perhatian dapat meningkatkan koping.
2. Menentukan intervensi selanjutnya dalam mengatasi nyeri
3. Nyeri berat dapat menyebabkan syok dengan merangsang sistem syaraf simpatis, mengakibatkan kerusakan lanjutan
4. Diberikan untuk menghilangkan nyeri.

3. Diagnosa keperawatan : Harga Diri Rendah berhubungan dengan perubahan fisik
Hasil yang diharapkan : - Menyatakan gambaran diri lebih nyata
- Menunjukan beberapa penerimaan diri daripada pandangan idealism
- Mengakui diri sebagai individu yang mempunyai tanggung jawab sendiri
Intervensi :
1. Akui kenormalan perasaan
2. Dengarkan keluhan pasien dan tanggapan – tanggapannya mengenai keadaan yang dialami
3. Perhatikan perilaku menarik diri, menganggap diri negatif, penggunaan penolakan atau tudak terlalu menpermasalahkan perubahan actual
4. Anjurkan kepada orang terdekat untuk memperlakukan pasien secara normal (bercerita tentang keluarga)
5. Terima keadaan pasien, perlihatkan perhatian kepada pasien sebagai individu
6. Berikan informasi yang akurat. Diskusikan pengobatan dan prognosa dengan jujur jika pasien
sudah berada pada fase menerima
Kolaborasi :
Rujuk untuk berkonsultasi atau psikoterapi sesuai dengan indikasi Pengenalan perasaan tersebut diharapkan membantu pasien untuk menerima dan mengatasinya secara efektif.
Rasional
1. Memberi petunjuk bagi pasien dalam memandang dirinya, adanya perubahan peran dan kebutuhan, dan berguna untuk memberikan informasi pada saat tahap penerimaan
2. Mengidentifikasi tahap kehilangan / kebutuhan intervensi.
3. Melihat pasien dalam kluarga, mengurangi perasaan tidak berguna, tidak berdaya, dan persaan terisolasi dari lingkungan dan dapat pula memberikan kesempatan pada orang terdekat untuk meningkatkan kesejahteraan.
4. Membina suasana teraupetik pada pasien untuk memulai penerimaan diri
5. Fokus informasi harus diberikan pada kebutuhan – kebutuhan sekarang dan segera lebih dulu, dan dimasukkan dalam tujuan rehabilitasi jangka panjang.
6. Mungkin diperlukan sebagai tambahan untuk menyesuaikan pada perubahan gambaran diri.

4. Diagnosa keperawatan : Mobilitas fisik terganggu berhubungan dengan pembengkakan pada anggota tubuh
Hasil yang diharapkan : Menunjukkan perilaku yang mampu kembali melakukan aktivitas
Intervensi :
1. Lakukan Retang Pergerakan Sendi (RPS)
2. Tingkatkan tirah baring / duduk
3. Berikan lingkungan yang tenang
4. Tingkatkan aktivitas sesuai toleransi
5. Evaluasi respon pasien terhadap aktivitas
Rasionalisi
1. Meningkatkan kekuatan otot dan mencegah kekakuan sendi
2. Meningkatkan istirahat dan ketenangan, menyediakan enegi untuk penyembuhan
3. tirah baring lama dapat meningkatkan kemampuan
4. Menetapkan kemampuan / kebutuhan pasien dan memudahkan pilihan intervensi
5. kelelahan dan membantu keseimbangan

5. Diagnosa Keperawatan : Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan bakteri, defisit imun, lesi pada kulit
Hasil yang diharapkan : Mempertahankan keutuhan kulit, lesi pada kulit dapat hilang.
Intervensi:
1. Ubah posisi di tempat tidur dan kursi sesering mungkin (tiap 2 jam sekali).
2. Gunakan pelindung kaki, bantalan busa/air pada waktu berada di tempat tidur dan pada waktu duduk di kursi.
3. Periksa permukaan kulit kaki yang bengkak secara rutin.
4. Anjurkan pasien untuk melakukan rentang gerak.
5. Kolaborasi : Rujuk pada ahli kulit. Meningkatkan sirkulasi, dan mencegah terjadinya dekubitus.
Rasional ;
1. Mengurangi resiko abrasi kulit dan penurunan tekanan yang dapat menyebabkan kerusakan aliran darah seluler.
2. Tingkatkan sirkulasi udara pada permukaan kulit untuk mengurangi panas/ kelembaban.
3. Kerusakan kulit dapat terjadi dengan cepat pada daerah – daerah yang beresiko terinfeksi dan nekrotik.
4. Meningkatkan sirkulasi, dan meningkatkan partisipasi pasien.
5.Mungkin membutuhkan perawatan profesional untuk masalah kulit yang dialami.

GONORE (GO)

ASUHAN KEPERAWATAN GONORE (GO)

    Definisi
Adalah penyakit infeksi akut yang disebabkan oleh bakteri Neiserria gonorrhoeae. Ada masa tenggang selama 2 – 10 hari setelah kuman masuk kedalam tubuh melalui hubungan seks
-    Pada sekitar 50% penderita gonore, ditemukan infeksi trikomoniasis dan / atau klamidia yang menyertainya.
-    Cara penularan hampir semuanya melalui kontak seksual
    Insiden
-    30 50% kasus dengan strain yang resisten terhadap pengobatan PPNG (PenicillinaseProducing Neisseria Gonorrhoeae)
-    Diatas 0,5 – 7% pada wanita hamil
-    60 – 80% kasus adalah asimptomatik
    Patofisiologi
Bakteri secara langsung menginfeksi uretra, endoserviks, saluran anus, konjungtiva dan farings. Infeksi dapat meluas dan melibatkan prostate, vas deferens, vesikula seminalis, epididimis dan testis pada pria dan kelenjar Skene, Bartholini, endometrium, tuba fallopi dan ovarium pada wanita.
    Tanda-tanda penyakitnya adalah nyeri, merah dan bernanah. Gejala pada laki-laki adalah rasa sakit pada saat kencing, keluarnya nanah kental kuning kehijauan, ujung penis tampak merah dan agak bengkak. Pada perempuan, 60% kasus tidak menunjukkan gejala. Namun ada juga rasa sakit pada saat kencing dan terdapat keputihan kental berwarna kekuningan. Akibat penyakit GO, pada laki-laki dan perempuan seringkali berupa kemandulan pada perempuan bias juga terjadi radang panggul, dan dapat diturunkan kepada bayi yang baru lahir berupa infeksi pada mata yang dapat menyebabkan kebutaan.
    Komplikasi
-    Dermatitis
-    Artritis
-    Endokarditis
-    Mioperikarditis
-    Meningitis
-    Hepatitis

    Terapi
-    Sejak tahun 1940-an Gonore telah diobati dengan penisilin. Pengobatan dosis tunggal adalah dengan prokain penisilin G yang diberikan intra-muskular, atau ampisilin IM, kedua-duanya didahului dengan pemberian probenesid oral. Kini telah ditemukan di seluruh dunia strain yang resisten terhadap penisilin, namun dapat diatasi dengan beberapa rejimen, tergantung pada karakteristik pasien dan organisme yang mengin-feksinya. Ohat-obat non-penisilin yang lazim adalah spektinomisin atau seftriakson IM. Tetapi tidak satu pundi antara obat-obat itu yang dapat membasmi infeksi klamidia yang menyertainya. Rejimen dosis majemuk yang juga dapat mengatasi infeksi klamidia adalah tetrasiklin atau doksisiklin oral; jika tetrasiklin merupakan kontraindikasi maka dapat diberikan eritromicin.

HERPES

ASUHAN KEPERAWATAN HERPES

A. Pengertian
Herpes Zoster adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus varisela zoster yang menyerang kulit dan mukosa, infeksi ini merupakan reaktivasi virus yang terjadi setelah infeksi primer.

B. Etiologi
Reaktivasi virus varisela zoster

C. Patofisiologi
Virus ini berdiam di ganglion posterior susunan syaraf tepi dan ganglion kranalis kelainan kulit yang timbul memberikan lokasi yang setingkat dengan daerah persyarafan ganglion tersebut. Kadang virus ini juga menyerang ganglion anterior, bagian motorik kranalis sehingga memberikan gejala-gejala gangguan motorik.

D. Tanda dan Gejala
Daerah yang paling sering terkena adalah daerah thorakal. Frekuensi penyakit ini pada pria dan wanita sama. Sedangkan mengenai umur lebih sering pada orang dewasa.
Sebelum timbul gejala kulit terhadap gejala prodromal baik sistemik seperti demam, pusing, malaise maupun lokal seperti nyeri otot-tulang, gatal, pegal dan sebagainya. Setelah timbul eritema yang dalam waktu singkat menjadi vesikel yang berkelompok dengan dasar kulit yang eritema dan edema. Vesikel ini berisi cairan jernih kemudian menjadi keruh (berwarna abu-abu) dapat menjadi pastala dan krusta. Kadang vesikel mengandung darah yang disebut herpes zoster haemoragik dapat pula timbul infeksi sekunder sehingga menimbulkan ulkus dengan penyembuhan berupa sikatriks.
Massa tunasnya 7-12 hari. Massa aktif penyakit ini berupa lesi-lesi baru yang tetap timbul berlangsung kurang lebih 1-2 minggu. Disamping gejala kulit dapat juga  dijumpai pembesaran kelenjar geth bening regional. Lokalisasi penyakit ini adalah unilateral dan bersifat dermatomal sesuai dengan tempat persyarafan. Pada susunan saraf tepi jarang timbul kelainan motorik tetapi pada susunan saraf pusat kelainan ini lebih sering karena struktur ganglion kranialis memungkinan hal tersebut. Hiperestesi pada daerah yang terkena memberi gejala yang khas. Kelainan pada muka sering disebabkan oleh karena gangguan pada nervus trigeminus atas nervus fasialis dan otikus.
Herpes zoster oftalmikus disebabkan oleh infeksi cabang-cabang pertana nervus trigeminus. Sehingga menimbulkan kelainan pada mata, disamping itu juga cabang kedua dan ketiga menyebabkan kelainan kulit pada daerah persyarafannya. Sindrom Ramsay Hunt diakibatkan oleh gangguan nervus fasalis dan otikus sehingga menyebabkan pengelihatan ganda paralisis otot muka (Paralisis Bell), kelainan kulit yang sesuai dengan tingkat persyarafan, tinnitus vertigo, gangguan pendengaran, nistagmus, nausea, dan gangguan pengecapan. Herpes zoster abortif artinya penyakit ini berlangsnug dalam waktu yang singkat dan kelainan kulit hanya berupa vesikel dan eritema. Pada Herpes Zoster generalisata kelainan kulitnya unilateral dan  segmental ditambah kelainan kulit yang menyebar secara generalisa berupa vesikel yang solitar dan ada umbilikasi. Nauralgia pasca laterpetik adalah rasa nyeri yang timbul pada daerah bekas penyembuhan. Nyeri ini dapat berlangsung sampai beberapa bulan bahkan bertahun-tahun dengan gradasi nyeri yang bervariasi. Hal ini cenderung dijumpai pada usia lebih dari 40 tahun.

E. Pemeriksaan Penunjang
Pada pemeriksaan percobaan Tzanck dapat ditemukan sel datia berinti banyak

F. Komplikasi
Pada usia lanjut lebih dari 40 tahun kemungkinan terjadi neuralgia pasca herpetik.

G. Penatalaksanaan
Terapi sistemik umumnya bersifat simtonatik, untuk nyerinya diberikan analgetik, jika disertai infeksi sekunder diberikan antibiotik.
Pada herpes zoster oftalmikus mengingat komplikasinya diberikan obat antiviral atau imunostimulator. Obat-obat ini juga dapat diberikan pada penderita dengan defisiensi imunitas.
Indikasi pemberian kortikosteroid ialah untuk Sindrom Ramsay Hunt. Pemberian harus sedini-dininya untuk mencegah terjadinya parasialis. Terapi seirng digabungkan dengan obat antiviral untuk mencegah fibrosis ganglion.
Pengobatan topical bergantung pada stadiumnya. Jika masih stadium vesikel diberikan bedak dengan tujuan protektif untuk mencegah pecahnya vesikel agar tidak terjadi infeksi sekunder bila erosit diberikan kompres terbuka. Kalau terjadi ulserasi dapat diberikan salep antibiotik.

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1.    Data Subyektif
•    Demam, pusing, malaise, nyeri otot-tulang, gatal dan pegal, hipenestesi.
1.    Data Obyektif
•    Eritema, vesikel yang berkelompok dengan dasar kulit yang eritema dan edema. Vesikel berisi cairan jernih kemudian menjadi keruh (berwarna abu-abu) dapat menjadi pustule dan krusta. Kadang vesikel mengandung darah, dapat pula timbul infeksi sekunder sehingga menimbulkan aleus dengan penyembuhan berupa sikatrik.
•    Dapat pula dijumpai pembesaran kelenjar lympe regional. Lokalisasi penyakit ini adalah unilateral dan bersifat dermafonal sesuai dengan tempat persyarafan.
•    Paralitas otot muka
1.    Data Penunjang
•    Pemeriksaan percobaan Tzanck ditemukan sel datia berinti banyak.

B. Diagnosa Keperawatan
1.    Gangguan rasa nyaman nyeri s.d infeksi virus
2.    Gangguan integritas kulit s.d vesikel yang mudah pecah
3.    Cemas s.d adanya lesi pada wajah
4.    Potensial terjadi penyebaran penyakit s.d infeksi virus


C. Rencana
No     Diagnosa
Keperawatan    Perencanaan Keperawatan
        Tujuan dan Kriteria Hasil    Rencana Keperawatan
1.    Gangguan rasa nyaman nyeri s.d infeksi virus, ditandai dengan :
DS : pusing, nyeri otot, tulang, pegal
DO: erupsi kulit berupa papul eritema, vseikel, pustula, krusta    Tujuan :
Rasa nyaman terpenuhi setelah tindakan keperawatan
Kriteria hsil :
Rasa nyeri berkurang/hilang
Klien bias istirahat dengan cukup
Ekspresi wajah tenang    •    Kaji kualitas & kuantitas nyeri
•    Kaji respon klien terhadap nyeri
•    Jelaskan tentang proses penyakitnya
•    Ajarkan teknik distraksi dan relaksasi
•    Hindari rangsangan nyeri
•    Libatkan keluarga untuk menciptakan lingkungan yang teraupeutik
•    Kolaborasi pemberian analgetik sesuai program
2.    Gangguan integritas kulit s.d vesikel yang mudah pecah, ditandai dengan :
DS : -
DO: kulit eritem vesikel, krusta pustula    Tujuan :
Integritas kulit tubuh kembali dalam waktu 7-10 hari
Kriteria hasil :
Tidak ada lesi baru
Lesi lama mengalami involusi    •    Kaji tingkat kerusakan kulit
•    Jauhkan lesi dari manipulasi dan kontaminasi
•    Kelola tx topical sesuai program
•    Berikan diet TKTP
3.    Cemas s.d adanya lesi pada wajah, ditandai dengan :
DS : klien menyatakan takut wajahnya cacat
DO : tampak khawatir lesi pada wajah    Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan cemas akan hilang/berkurang
Kriteria hasil :
Pasien merasa yakin penyakitnya akan sembuh sempurna
Lesi tidak ada infeksi sekunder    •    Kaji tingkat kecemasan klien
•    Jalaskan tentang penyakitnya dan prosedur perawatan
•    Tingkatkan hubungan teraupeutik
•    Libatkan keluarga untuk member dukungan
4.    Potensial terjadi penyebaran penyakit s.d infeksi virus    Tujuan :
Setelah perawatan tidak terjadi penyebaran penyakit    •    Isolasikan klien
•    Gunakan teknik aseptic dalam perawatannya
•    Batasi pengunjung dan minimalkan kontak langsung
•    Jelaskan pada klien/keluarga proses penularannya